Preeklampsia masih menjadi momok karena menjadi salah satu dari tiga penyebab kematian terbesar ibu hamil. Tidak hanya mengganggu selama kehamilan, preeklampsia juga menjadi faktor risiko terjadinya penyakit metabolik setelah bersalin.
Apa sih preeklampsia itu?
Ibu hamil dikatakan mengalami preeklampsia jika tekanan darahnya 140/90 mmHg atau lebih. Sementara pada preeklampsia berat, tekanan darah bisa lebih dari 160/110 mmHg.
Selain itu, pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia, kadar protein dalam urin (proteinuria) mencapai > 300 mg/24 jam atau ditandai dengan munculnya angka +1 pada alat pemeriksaan sederhana bernama stick urine. Pada preeklampsia berat, kadar protein urin lebih besar lagi, yaitu 5 gram/24 jam atau menunjukkan angka +2 dengan pemeriksaan dipstick. Meskipun demikian, proteinuria tidak harus selalu terjadi pada kasus preeklampsia.
Preeklampsia dapat terjadi mulai usia 20 minggu kehamilan. Kemunculannya dapat disertai dengan keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri perut. Jika dilakukan tes laboratorium, hasilnya pun menunjukkan abnormalitas dengan adanya peningkatan fungsi hati, penurunan produksi urin, dan rendahnya kadar trombosit rendah (<100.000 ul).
Terjadi pula komplikasi berupa gangguan paru dan jantung pada ibu hamil dan pada janin, ditandai dengan gangguan perkembangan janin dan volume air ketuban yang sangat sedikit (oligohidramnion).
Apa yang harus dilakukan bila terjadi preeklampsia?
Ibu hamil diharapkan lebih sering melakukan kontrol kehamilan untuk memantau kondisi ibu dan janin dengan pemeriksaan fisik, USG, dan/atau laboratorium. Obat-obatan seperti aspirin dosis rendah dan kalsium akan diberikan bila ibu hamil termasuk kategori risiko tinggi serta akan diberikan obat darah tinggi bila tekanan darah mencapai 160/110 mmHg atau lebih. Hindari membeli obat sembarangan tanpa resep dokter karena terdapat beberapa obat antihipertensi yang dilarang diberikan selama kehamilan.
Observasi masih memungkinkan dilakukan sampai usia kehamilan minimal 37 minggu bila tidak ada masalah klinis pada ibu dan janin, atau dipertahankan minimal sampai janin berusia 34 minggu bila terdapat gangguan fungsi organ pada ibu hamil atau gejala gawat janin.
Nantinya, selama masa observasi bila muncul tanda atau gejala preeklampsia berat, segeralah ke fasilitas kesehatan terdekat agar dapat diberikan obat untuk mencegah terjadinya kejang yang dapat mengancam nyawa. Persalinan wajib segera dilakukan maksimal dalam 24 jam bila terjadi kejang (eklampsia) walau dengan risiko terjadi prematuritas dan berat bayi lahir rendah.
Pencegahan preeklampsia
Beberapa tips berikut dapat dipraktikkan selama kehamilan untuk mencegah preeklampsia, yakni:
1. Kontrol antenatal rutin
Selama kehamilan, ibu hamil dianjurkan untuk melakukan kontrol kehamilan minimal 4 kali, masing-masing 1x pada trimester pertama dan kedua serta 2x pada trimester akhir kehamilan. Akan tetapi bila sudah didiagnosa preeklampsia, ibu hamil dianjurkan agar lebih sering melakukan kontrol kehamilan.
2. Pola hidup sehat
Ibu hamil dianjurkan untuk makan bergizi dengan porsi seimbang serta tetap melakukan aktivitas fisik seperti biasa.
3. Pemberian obat
Pada ibu yang memiliki risiko tinggi misalnya usia > 35 tahun, hamil kembar, obesitas, diabetes, penyakit ginjal, autoimun, atau riwayat hipertensi sebelum hamil, mungkin akan diberikan aspirin untuk mencegah preeklampsia.
Referensi :
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi Pertama 2013
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tata Laksana Pre-eklampsia POGI 2016