Saat mendengar kata tomboy, yang terbesit di pikiran Anda mungkin perempuan yang berpakaian seperti lelaki, dengan potongan rambut cepak sembari melakukan hal yang biasa lelaki lakukan. Tak disangka, anak perempuan Anda menunjukkan ciri demikian. Ia lebih nyaman mengenakan celana daripada rok, lebih senang berlarian di luar rumah ketimbang main boneka, tentunya dengan teman-temannya yang didominasi oleh anak laki-laki. Anda pun heran karena tidak merasa memaparkannya lebih banyak pada aktivitas dan benda yang identik dengan laki-laki. Lantas, apa ya penyebabnya?

Ternyata, penyebabnya beragam, baik yang datang secara natural maupun pengaruh cara didik orang tua. Berikut adalah hal yang bisa menyebabkan anak perempuan menjadi tomboy:

1. Paparan hormon testosteron saat dalam kandungan 

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Avon Longitudinal Study of Parents and Children menemukan bahwa ketika janin perempuan terpapar kadar hormon testoteron yang tinggi, ia akan cenderung menunjukkan perilaku tomboy seperti lebih memilih mainan anak laki-laki. Meskipun demikian, peneliti menyatakan bahwa pengaruh hormon testosteron terhadap perilaku anak hanya sekitar 2%, yang berarti terdapat lebih banyak faktor lain yang bisa memengaruhi perilaku anak perempuan.

2. Meniru sosok yang dikagumi

Ada pula sebuah kasus nyata dari (sebut saja) Irma. Ia lahir dari ibu tunggal. Ayahnya meninggal ketika ia masih bayi. Ia tumbuh melihat sang ibu melakukan semua sendiri. Bekerja, mencuci piring, bahkan mengganti ban mobilnya sendiri. Di sisi lain, ibunya pun bisa meninabobokan dirinya seperti sosok ibu pada umumnya hingga Irma tertidur. Ibunya senang menggunakan celana dan memotong rambutnya sangat pendek. Biar praktis katanya, mengingat ia melakukan banyak hal sendiri. Irma pun tumbuh menjadi anak yang aktif, cenderung berjiwa bebas, dan lebih nyaman berpakaian ala lelaki seperti ibunya. Meskipun demikian, Irma juga senang memasak bersama ibunya. Jadi, kekaguman Irma terhadap sosok serba bisa sang ibu dan kedekatan keduanya membuat Irma mengekspresikan diri seperti ibunya.  

Baca: Ini Karakter Anak Berjiwa Bebas, Tak Melulu "Sulit Diatur"

3. Lingkungan terdekat didominasi lelaki

Menjadi tomboy bisa jadi juga karena pengaruh didikan serta peran keluarga. Melissa Hines, PHD, peneliti dari City University di London menemukan bahwa sosok laki-laki dalam keluarga (ayah, kakak lelaki, atau peran lelaki dewasa lain di rumah) menjadi salah satu pengaruh anak perempuan menjadi tomboy. Memiliki beberapa kakak laki-laki mungkin memengaruhi cara anak perempuan bermain dan bertingkah laku, juga jenis mainan dan pakaian yang disediakan oleh orang tua. 

4. Bentuk perlindungan diri

Pada anak perempuan yang mulai beranjak remaja, lingkungan perkotaan dengan tindak kriminal yang tinggi membuat mereka memilih untuk tampil seperti laki-laki agar tidak menarik perhatian orang yang berniat jahat. Hal ini juga berlaku pada kasus perundungan atau bullying yang bergaya seperti lelaki agar bisa dianggap kuat dan tidak lemah. 

Baca: 7 Cara Bicara dengan Orang Tua Pelaku Bully

5. Bagian dari fase tumbuh kembang

Terakhir, alasan anak perempuan menjadi tomboy adalah karena mereka hanya ingin melakukan apa yang mereka ingin lakukan. Tak ada alasan spesifik di baliknya. Ada sebuah fase dalam tumbuh kembang anak di mana anak menjadi lebih energik, aktif secara fisik, dan bersikap cuek. Perilaku ini lah yang “diterjemahkan” oleh orang tua sebagai tomboy. Padahal, anak hanya ingin bereksplorasi dan penasaran akan hal baru.

Jadi, tidak ada yang salah dengan perilaku anak perempuan yang cenderung seperti anak lelaki. Kacamata orang dewasa di lingkungan tempat ia tumbuh lah yang sering "melabeli" perilakunya sebagai tomboy, bahkan berusaha mendorong anak untuk menjadi seperti anak perempuan lain. Terdengar sepele, namun labelling dan komentar demikian bisa membuat anak ragu akan diri dan potensinya, hingga bisa kehilangan self-esteem (cara ia menghargai dirinya dibandingkan orang lain).

Penelitian pun menunjukkan bahwa seberapa tomboy anak dipengaruhi oleh definisi tomboy yang dimiliki orang tua atau orang dewasa di sekitarnya. Misal, anak perempuan yang suka main bola sudah dianggap tomboy meskipun ia tidak agresif seperti anak laki-laki pada umumnya. 

Jika Anda sebagai orang tua terbuka dengan pilihan anak, bisa jadi minat anak dapat difasilitasi lebih cepat dan bakatnya pun terasah. Bukan tidak mungkin hobi bermain bolanya menuntunnya menjadi atlet sepak bola wanita, kegemarannya akan kegiatan outdoor membuatnya penasaran akan apa isi bumi dan menjadikannya seorang geolog, atau dorongan tubuhnya untuk senantiasa berlari, melompat, memanjat membuatnya tangguh sebagai seorang taruna kelak. Setuju?