Remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar dan cenderung ingin mengeksplorasi dunia. Seringkali hasrat untuk menjelajahi segala hal ini tidak dibarengi dengan pertimbangan yang matang, hingga terkadang tindakan-tindakannya berisiko tinggi baik bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan di sekitarnya. Apabila tidak diberi perhatian dan dibiarkan tanpa pengawasan, perbuatan berisiko ini dapat memunculkan berbagai masalah. 

Salah satu masalah yang bisa timbul akibat perilaku tersebut adalah masalah kesehatan reproduksi. 

Kesehatan reproduksi sering disalahartikan secara sempit hanya sebagai hubungan seksual saja, sehingga banyak orang tua yang merasa bahwa topik pembicaraan ini tidak pantas untuk dibicarakan dengan remaja. Padahal, kesehatan reproduksi merupakan keadaan kesehatan fisik, mental, dan sosial yang sangat penting untuk dimengerti oleh remaja, sehingga tidak melulu membahas mengenai hubungan seksual.

Keadaan ini tentu berbahaya, tidak adanya informasi yang akurat menyebabkan remaja mencari dan mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi dari sumber-sumber yang kurang terpercaya, seperti teman-temannya atau dari media-media porno. Akibatnya, persepsi mereka tentang seks dan kesehatan reproduksi menjadi salah dan tidak sehat.

Pubertas membuat remaja sadar akan potensinya dan menjadi lebih ekspresif dalam mengeksplorasi organ dan perilaku seksualnya. Persepsi mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas yang salah dapat ikut terbawa ke dalam perilaku seksual mereka.

Bagi remaja yang aktif secara seksual, miskonsepsi ini dapat meningkatkan perilaku seks berisiko dan mengakibatkan risiko terkena penyakit menular seksual. Penyakit ini dapat berupa keputihan, Klamidia, Gonorea, hingga HIV Aids. Apabila dibiarkan, penyakit tersebut dapat mengakibatkan infeksi lebih lanjut dan membahayakan dirinya.

Pada kenyataannya, banyak remaja yang takut untuk membicarakan masalah kesehatan reproduksi dengan orang tua karena malu, takut dimarahi, atau dihukum. Banyak pula remaja yang tidak tahu bahwa mereka terkena penyakit kesehatan reproduksi, namun enggan untuk memeriksakannya ke fasilitas kesehatan. 

Remaja yang memilki penyakit kesehatan reproduksi harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan untuk diberikan tindakan pengobatan. Tenaga kesehatan juga akan memberikan informasi sehingga perilaku yang kurang baik terkait kesehatan reproduksi akan berubah.

Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan remaja, sehingga orang tua perlu lebih intensif dalam menanamkan nilai moral yang baik kepada remaja, salah satunya dengan menjelaskan kerugian hubungan seksual pranikah dari segala sisi, dari potensi penyakit yang dapat ditularkan dari perilaku seks yang berisiko, hingga konsekuensi dari ketidaksiapan mental dan finansial dalam memulai kehidupan rumahtangga akibat kehamilan tidak terencana.

Akan lebih baik bila pendidikan tersebut diberikan dengan prinsip kasih sayang dan keterbukaan, sehingga remaja akan lebih nyaman dan membuka dirinya dalam membicarakan masalahnya terkait kesehatan reproduksi. Sikap anti tentang segala hal yang menyangkut kesehatan reproduksi dan seksualitas sama sekali tidak akan membantu anak-anak Anda dalam lebih memahami segala risiko yang dapat terjadi akibat pemahaman yang salah perihal ini.

Untuk dapat memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi dengan efektif, orang tua perlu menyaring sumber informasi agar pengetahuan yang diberikan kepada remaja akurat dan tidak menimbulkan kekhawatiran berlebihan pada remaja. Jadilah pendamping yang akrab bagi mereka, agar mereka dapat nyaman bertanya ini-itu tentang kesehatan reproduksi. Dengan demikian, Anda dapat lebih dekat kepada anak-anak, dan mereka pun akan merasa bahwa orangtuanya keren karena terbuka untuk mendiskusikan hal-hal yang dianggap tabu.

Yuk kita pandu anak-anak kita dengan informasi yang tepat agar mereka tidak salah langkah dalam menghadapi miskonsepsi-miskonsepsi soal seks dan kesehatan reproduksi.




Editor: Elvin Eka Aprilian