Plasenta previa merupakan gangguan kehamilan yang terjadi mulai minggu ke-20 akibat plasenta yang menutupi jalan lahir. Tingkatan plasenta previa didasarkan pada 4 bagian yakni:
- plasenta letak rendah (di segmen bawah rahim, grade 1) dimana jarak plasenta ke liang rahim berkisar 2,5 – 3 cm
- plasenta di tepi liang rahim dengan jarak kira-kira 2 cm (plasenta previa marginalis, grade 2),
- plasenta menutupi sebagian jalan lahir (plasenta previa parsialis, grade 3)
- plasenta menutupi seluruh jalan lahir (plasenta previa totalis, grade 4)
Jumlah kejadian plasenta previa mencakup 0,3-2% dari total kehamilan dengan mayoritas kasus terletak di segmen bawah rahim.
Penyebab plasenta previa
Sampai saat ini penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti. Plasenta previa dapat terjadi akibat beberapa faktor risiko antara lain:
- Usia > 35 tahun
- Jumlah kehamilan dan persalinan yang dialami ibu
- Kebiasaan merokok
- Penggunaan obat-obatan terlarang
- Riwayat operasi rahim baik karena program bayi tabung, persalinan, atau tumor
Gejala plasenta previa
Plasenta previa ditandai dengan gejala khas yakni perdarahan vagina yang berulang namun tanpa didahului oleh penyebab dan tanpa disertai dengan rasa nyeri pada perut bawah. Jika ada kecurigaan pasien mengalami plasenta previa, dokter atau bidan tidak boleh melakukan vaginal toucher (teknik pemeriksaan vagina dengan menggunakan jari pemeriksa) kecuali tersedia ruang operasi. Oleh karena tindakan tersebut dapat memicu perdarahan vagina.
Cara mendiagnosis plasenta previa
Letak/lokasi plasenta dapat terlihat pada pemeriksaan USG, bisa dengan USG abdomen (perut) atau via vagina. Apabila pada trimester pertama atau kedua kehamilan letak plasenta berada di bawah atau menutupi jalan lahir, pasien akan direkomendasikan untuk pemeriksaan USG serial pada usia kehamilan antara minggu ke 28-32. Tujuannya adalah untuk memastikan kembali karena letak plasenta masih dapat bergeser ke bagian atas rahim pada trimester ketiga kehamilan.
Bagaimana tindak lanjut plasenta previa?
Tindakan observasi dapat dipilih bila usia kehamilan masih di bawah 37 minggu serta kondisi ibu dan janin stabil. Selama pemantauan, ibu harus lebih banyak berbaring dan menunda hubungan seksual sementara. Sebagai terapi penunjang, akan diberikan obat tokolitik (untuk mengurangi kontraksi rahim), kortikosteroid untuk membantu mematangkan janin atau bila dirawat inap mungkin akan diberikan transfusi sel darah merah, supaya kondisi ibu dan janin stabil saat persalinan. Persalinan pervaginam dengan atau tanpa induksi persalinan dapat dilakukan pada kasus plasenta previa parsialis.
Namun, janin harus segera dilahirkan dengan operasi Caesar bila terjadi perdarahan berat atau berulang, ada fetal distress (kegawatan janin) dan pada kasus plasenta previa totalis. Sayangnya, beberapa kasus plasenta previa dapat berlanjut menjadi plasenta akreta, inkreta, atau perkreta dimana plasenta lengket ke bagian dalam otot rahim atau organ sekitarnya. Di samping menjadi penyumbang kematian ibu hamil, perlengketan plasenta menjadi penyebab infertilitas/ketidaksuburan karena kemungkinan rahim harus diangkat apabila perdarahan tak kunjung berhenti.
Referensi :
1. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Edisi Perdana POGI Surabaya 2004
2. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi Pertama 2013