Normalnya, janin menempel di lapisan dinding rahim (endometrium). Namun, pada kehamilan ektopik, umumnya janin menempel di tuba fallopi (tempat pertemuan sel telur dan sperma). Karena itu, hamil ektopik disebut juga hamil di luar kandungan. Selain di tuba fallopi, janin pada kehamilan ektopik juga bisa menempel di leher rahim (serviks), rongga perut, dan yang paling jarang terjadi adalah di indung telur (ovarium). Data global mencatat bahwa angka kejadian hamil ektopik ini berkisar antara 1,3-2,4% dari total jumlah kehamilan.
Apa penyebab hamil ektopik?
Kehamilan ektopik dapat terjadi karena beberapa faktor risiko penyebab, antara lain:
1. Peningkatan usia (> 35 tahun)
2. Kelainan di tuba
3. Komplikasi penggunaan IUD
4. Kehamilan pasca tubektomi
5. Infeksi di rongga perut termasuk usus buntu
6. Kebiasaan merokok
7. Seks bebas dan infeksi menular seksual
8. Riwayat operasi tuba dan rongga panggul
Bagaimana cara mendeteksi kehamilan ektopik?
Anda mungkin saja mengalami kehamilan ektopik jika terlambat haid dan hasil test pack urin positif, namun saat kontrol kehamilan trimester pertama tidak ditemukan janin dalam rahim pada pemeriksaan USG. Dokter biasanya akan melakukan USG via vagina karena pemeriksaan ini cukup sensitif untuk mendeteksi kehamilan ektopik.
Apa gejalanya?
Ditilik dari gejalanya, beberapa kasus hamil ektopik terkadang memang tidak menimbulkan keluhan apapun. Namun, beberapa kasus lainnya menyebabkan nyeri perut bawah dan panggul yang dapat menjalar sampai ke bahu, munculnya flek saat kehamilan, atau perdarahan hebat bila kehamilan sampai meluruh (ruptur). Anda perlu waspada jika keluhan ini terjadi pada awal kehamilan, ya!
Dokter juga akan mencurigai adanya kehamilan ektopik bila kadar hCG >1500 IU/L atau bila kadar hCG meningkat dua kali lipat dalam 2 hari tanpa ditemukan adanya gambaran janin pada USG. Selain hCG, pemeriksaan hormon progesteron juga dapat membantu konfirmasi diagnosa dengan nilai di bawah 10-15 mg/ml dapat menandakan adanya kehamilan di luar kandungan.
Apakah bisa kehamilan ektopik terjadi dengan kehamilan normal?
Bisa saja, kehamilan di luar kandungan (yang paling sering terjadi di bekas operasi Caesar) bisa terjadi bersamaan dengan kehamilan normal (di dalam rahim) yang disebut dengan kehamilan heterotopik.
Lalu, apa yang harus dilakukan selanjutnya?
Jika dokter sudah mengambil kesimpulan bahwa Anda terdiagnosa hamil di luar kandungan maka diskusikan dengan dokter Anda bagaimana penanganan selanjutnya, apakah cukup dengan observasi, perlu pemberian obat, atau justru dengan melakukan pembedahan. Jangan pernah menyamakan kasus Anda dengan orang lain karena pendekatan terapi akan disesuaikan dengan kondisi klinis dan jenis kasus yang dialami.
Tindakan observasi dapat dilakukan dengan syarat, antara lain:
- Tidak ada gejala
- Kondisi klinis stabil
- Kadar hCG <200-1000 IU/L
- Ukuran kehamilan <4 cm tanpa adanya terdeteksi detak jantung
- Darah dalam rongga perut maksimal 50 ml
Apabila dokter menawarkan opsi ini, maka perlu pemeriksaan USG dan beta hCG 1-3 kali seminggu untuk menilai perkembangan klinis.
Nah, sebagian besar kasus hamil ektopik ditangani dengan tindakan bedah laparoskopi atau laparotomi untuk menimimalisir komplikasi akibat pembedahan yang fatal akibatnya. Laparoskopi dilakukan dengan cara membuat sayatan kecil untuk memasukkan tabung berisi kamera dan lampu kecil ke dalam perut, sementara laparotomi dilakukan dengan membuat sayatan besar di dinding perut.
Tetapi, bila Anda masih berencana hamil kembali, dokter akan merekomendasikan tindakan salpingektomi atau salpingostomi, misal bila terjadi hamil ektopik di tuba fallopi. Salpingostomi dipilih bila masih memungkinkan untuk mengambil jaringan hasil pembuahannya saja tanpa mengangkat tuba fallopi. Namun, bila perlu pengambilan sebagian atau seluruh bagian tuba, maka salpingektomi (prosedur bedah untuk mengangkat salah satu atau kedua tuba fallopi dengan tetap mempertahankan rahim dan indung telur) adalah pilihannya.
Di samping pembedahan, hamil di luar kandungan dapat diobati dengan methotrexate. Obat ini diberikan bila kadar hCG <5000 IU/L, kondisi pasien stabil, dan ukuran kantong janin di bawah 4 cm, atau jika setelah dilakukan pembedahan masih ditemukan sisa jaringan. Gejala saluran cerna seperti mual, mencret, dan peningkatan fungsi hati merupakan gejala yang paling sering terjadi setelah pemakaian methotrexate.
Selanjutnya, setelah tindakan atau pemberian obat, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan hCG berkala setelah 7 hari terapi dan setiap minggu sampai hasilnya negatif untuk memastikan tidak ada lagi jaringan yang masih tersisa.