Orang bilang, anak perfeksionis merupakan tanda kesuksesan di masa depan. Bagaimana tidak, ia selalu memberi usaha 100% dan merencanakan dengan baik apa yang ingin dicapainya. Sayangnya, ada dua tipe perfeksionisme, yaitu yang dimotivasi oleh prestasi dan yang ingin sempurna karena takut terlihat buruk di mata orang lain. Tipe kedua inilah yang berbahaya karena anak bisa menjadi terlalu keras pada dirinya. Sering menyalahkan diri sendiri, kecewa berlebihan ketika gagal, takut mencoba hal baru (karena takut gagal/dikritik), dan sulit bahagia atas pencapaiannya adalah beberapa ciri lainnya. Tidak usah menunggu lama, ciri perfeksionis ini bisa mulai muncul saat anak berusia 3-4 tahun, lho.
Anak saya terlihat perfeksionis, saya harus bagaimana?
Sebagai orang tua, Anda tentu gemas saat anak hanya melihat kegagalannya dan menyesal berkepanjangan. Apalagi, jika menurut Anda hal tersebut ‘sepele’ seperti runtuhnya balok yang sudah ia susun tinggi atau salah dua nomor saja pada ujian matematika. Jangan langsung menganggap anak lebay, ya. Ada beberapa tips yang bisa Anda lakukan agar anak perfeksionis jauh lebih ‘santai’ dan rileks, menurut laman biglifejournal.com:
1. Ganti kata “tidak” dengan “belum”
Saat anak mengeluh, “Aku nggak bisa main keyboard, Ma! Salah terus kuncinya..” segera timpali pesimismenya dengan kalimat, “Kamu BELUM bisa main keyboard.” Jelaskan pada anak, bahwa untuk bisa dibutuhkan waktu, usaha, latihan, mencoba, serta kegagalan. Ia mungkin menganggap Anda hanya menenangkannya. Tapi, Anda bisa memberi contoh seperti, “Ingat tidak, dulu kamu hanya bisa sepeda roda empat. Sekarang bisa naik sepeda roda dua, kan? Pasti karena kamu terus mencoba walau berkali-kali jatuh.”
Baca: Jangan Lakukan 10 Hal Ini Saat Anak Mengalami Kegagalan
2. Ceritakan ketidaksempurnaan Anda
Orang tua masa kini tentu sudah tidak se-jaim generasi kakek nenek Anda. Berbagi kisah tentang ketidaksempurnaan Anda bisa membuat mematahkan prinsipnya untuk harus sempurna. Misal, “Dulu Ibu selalu pengen punya rambut lurus kaya model di majalah. Sampai-sampai, ibu lurusin rambut Ibu di salon. Tapi, lama-lama keriting lagi dan malah aneh bentuknya. Akhirnya Ibu berhenti berusaha untuk “sempurna” seperti remaja di TV karena Tuhan menciptakan kita dengan keunikan masing-masing. Ibu bahagia punya banyak teman yang tidak peduli rambut Ibu lurus atau keriting.”
Bisa juga, Anda meminta masukan anak saat Anda membuat kesalahan dan berikan kembali nasihat yang ia berikan pada Anda saat ia merasa gagal.
3. Tekankan unsur keseruan, bukan pencapaian
Pada kegiatan yang bersifat kompetitif, seringkali orang tua bertanya tentang “bisa gol berapa?”, “menang nggak?”, “dapet urutan berapa?”. Anak yang perfeksionis akan makin terbebani dengan pencapaian. Untuk membuat anak lebih senang akan apa yang telah diusahakannya, Anda bisa menekankan pada unsur keseruan dari kegiatannya. Misal, “Tadi ada kejadian lucu enggak waktu latihan?”, “Gimana, seru nggak ikut lomba drum band?”. Pertanyaan semacam ini akan membuat anak menyadari bahwa Anda lebih peduli dengan perasaannya daripada prestasinya saja.
4. Ajari cara membuat target yang tinggi tanpa harus mengejar kesempurnaan
Tidak perfeksionis bukan berarti anak tidak boleh memiliki target dan cita-cita yang tinggi. Boleh saja, namun tekankan bahwa kesempurnaan bukanlah tujuannya. Ajari anak cara membuat target yang tinggi yang bisa ia nikmati prosesnya. Jika anak bersemangat untuk terus berlatih agar mencapai targetnya, ia akan semakin termotivasi jika membuat kesalahan. Sebaliknya, anak perfeksionis yang mengejar kesempurnaan akan terus mencari kesalahannya sebaik apapun pencapaiannya.
Baca: Anak Stres Menjelang Ujian, Ini yang Bisa Anda Lakukan
Mengapa anak zaman now lebih perfeksionis?
Meskipun sifat perfeksionis bisa diturunkan dari orang tua ke anak, namun lingkungan memberikan pengaruh lebih besar daripada sekadar keturunan. Menurut Gordon Flett, Ph.D dari York University yang mendalami perfeksionisme, jumlah anak dan remaja yang perfeksionis meningkat selama 25 tahun terakhir. Bahkan, sekitar 25%-30% remaja di AS, Kanada, dan Inggris mengalami perfeksionisme maladaptif, yaitu berusaha mengejar kesempurnaan yang tidak realistis.
Ada beberapa hal yang bisa jadi penyebab, yaitu tekanan orang tua akan pentingnya pencapaian anak, lingkungan sekolah yang sangat kompetitif, serta kehidupan di media sosial. Public figure mungkin pernah merasakan kejamnya warganet saat dirinya membuat satu kesalahan saja. Anak pun bisa menjadi perfeksionis karena takut kena bully oleh lingkungannya.
Karena itu, coba 4 langkah di atas jika anak menunjukkan ciri perfeksionisme yang tidak sehat, agar dapat mencegahnya dari gejala kecemasan, gangguan makan, stres, dan depresi.