Mungkin Anda pernah merasakan berbagai gangguan pada vagina dan vulva (area kulit yang mengelilingi vagina dan lubang kencing), mulai dari gatal hingga infeksi. Infeksi dan peradangan yang terjadi pada vulva dan vagina ini disebut vulvovaginitis. Vulvovaginistis cukup umum terjadi pada wanita, termasuk pada anak perempuan. Untuk mengetahui cara mencegahnya, tentu Anda harus mengetahui terlebih dahulu apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya vulvovaginitis. Inilah 7 penyebabnya, seperti yang dilansir oleh situs kesehatan Healthline:
1. Jamur
Pada dasarnya, vagina memiliki bakteri dan jamur. Hanya saja, jika keseimbangan antara bakteri dan jamur terganggu (karena antibiotik atau perubahan hormon), maka sel jamur dapat tumbuh subur dan menyebabkan vulvovaginitis. Gatal, bengkak, dan munculnya “ampas” berwarna putih bisa menjadi pertanda adanya infeksi jamur pada vagina. Infeksi ini dapat sembuh dalam beberapa hari hingga dua minggu jika diobati, tergantung dari tingkat keparahannya.
Baca: Mengenal Kandidiasis Vaginalis, Infeksi Jamur pada Vagina
2. Virus
Vulvovaginitis yang disebabkan oleh virus biasanya berupa infeksi menular seksual seperti herpes atau HPV (human papilloma virus). Herpes, misalnya, dicirikan dengan adanya bintil-bintil berisi air yang terasa nyeri. Penyebabnya adalah virus herpes simplex yang berada di dalam cairan tubuh seperti air liur, cairan semen, dan cairan vagina. Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui membran mukosa pada vagina dan bertahan di dalam sel saraf, bahkan menggandakan diri. Pengobatannya adalah dengan obat antivirus.
3. Bakteri
Bakteri adalah penyebab terbanyak vulvovaginitis. Dalam vagina, jumlah bakteri baik normalnya lebih banyak daripada bakteri jahat. Ketika yang terjadi adalah sebaliknya, maka keseimbangan mikroorganisme akan terganggu dan terjadi bacterial vaginosis, yang merupakan salah satu bentuk vulvovaginitis. Beberapa tandanya adalah munculnya rasa gatal, bau amis, nyeri saat berkemih, serta keputihan berwarna kuning, hijau, atau keabuan yang encer. Obat oral (minum) dan krim/gel yang dimasukkan ke dalam vagina adalah cara pengobatan yang umum dilakukan. Untuk pencegahan, hindari penggunaan cairan pencuci vagina karena dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme.
4. Parasit
Vulvovaginitis ternyata juga bisa disebabkan oleh parasit seperti cacing, kutu, maupun tungau. Cacing yang sebenarnya hidup di usus bisa berpindah ke vagina dari lubang anus, bahkan bisa masuk hingga ke rahim dan tuba falopi. Hal ini bisa menyebabkan infeksi seperti vulvovaginitis dan infeksi di dinding rahim (endometritis). Sementara itu, kutu dan tungau sama-sama menimbulkan rasa gatal di area kulit sekitar vagina, khususnya di malam hari. Bedanya, kutu kemaluan bertelur di permukaan kulit sementara tungau bertelur di dalam lapisan kulit. Penularan bisa terjadi melalui kontak kulit dengan orang yang memiliki kutu atau berbagi kasur, pakaian, selimut, dan sejenisnya.
Baca: Kutu Kemaluan, Jangan Sepelekan
5. Infeksi menular seksual
Sejumlah infeksi menular seksual (yang bukan disebabkan oleh virus) juga dapat menimbulkan vulvovaginitis seperti trikomoniasis, klamidia, dan gonorea. Trikomoniasis, yang disebabkan oleh parasit bernama Trichomonas vaginalis, umumnya tidak bergejala. Namun, gejala bisa muncul pada hari ke 5-28 berupa keputihan berwarna dan berbau, vagina gatal, bengkak, dan merah, flek, hingga nyeri saat berhubungan seks. Antibiotik biasa diresepkan untuk pengobatannya.
6. Bahan kimia
Vulvovaginitis dapat juga disebabkan oleh alergi terhadap sejumlah bahan kimia seperti paraben, sodium sulfat, triclosane, dan dioxin yang terkandung dalam cairan pembersih vagina, sabun dan deterjen berpengharum, tisu, dan alat kontrasepsi seperti kondom, diafragma, spermisida. Reaksi alergi dan iritasi bisa muncul pada vulva dan vagina. Untuk mengatasinya, gunakan sabun atau produk hypoallergenic dan fragrance-free (bebas pewangi) dan alat kontrasepsi jenis lain.
7. Faktor kebersihan
Inilah penyebab vulvovaginitis yang paling sederhana. Kurangnya menjaga kebersihan di area kewanitaan ditambah dengan pakaian yang terlalu ketat dapat menimbulkan rasa lembab dan iritasi kulit. Jika sudah muncul iritasi, vulvovaginitis pun menghampiri. Faktor kebersihan juga dapat memperlambat penyembuhan vulvovaginitis. Pastikan Anda menjaga kebersihan dan kesehatan vagina dengan baik, ganti pakaian dalam dan pembalut jika sudah terasa tak nyaman.
Kesimpulannya, vulvovaginitis dapat disembuhkan. Yang perlu diperhatikan jika Anda mengalami vulvovaginitis yang berkaitan dengan infeksi menular seksual maupun virus, tunggu hingga dinyatakan sembuh untuk kembali berhubungan seksual. Pasangan Anda pun sebaiknya menjalani pemeriksaan untuk mencegah risiko penularan.