Berbagai media internasional memberitakan bahwa terjadi peningkatan angka perceraian di Cina setelah diberlakukan lockdown. Penyebabnya bisa jadi hal sepele, namun cara berkomunikasi yang kurang tepat membuat masalah yang muncul menjadi lebih rumit. Apa yang terjadi di Cina secara tidak langsung bisa menjadi sebuah peringatan bagi pasangan di negara-negara lain, mengingat pembatasan sosial maupun lockdown diberlakukan hampir di semua negara. Anda pun mungkin sudah merasakan bagaimana menghabiskan waktu 24 jam bersama pasangan dan anak (dan mungkin anggota keluarga lain) tidak seindah yang dibayangkan.

Menghabiskan lebih banyak waktu bersama pasangan membuat Anda harus menghadapi sisi lain pasangan yang mungkin selama ini bisa diabaikan. Sayangnya, sifat atau kebiasaan pasangan yang tidak Anda harapkan tersebut harus dihadapi setiap hari. Tidak adanya ruang untuk diri sendiri dan kehidupan lain di luar rumah, didukung oleh komunikasi yang buruk antarpasangan, membuat keharmonisan rumah tangga terganggu.

“Salah satu dari sekian banyak aspek penting dalam perkawinan adalah masalah komunikasi. Dalam berbagai penelitian, ditemukan bahwa perempuan (istri) memiliki pola komunikasi senang mengkritik, sementara laki-laki (suami) senang menghindar/mendiamkan,” jelas Dr. Yudiana Ratnasari, M.Si., Psikolog dalam webinar yang diadakan oleh Fakultas Psikologi UI. 

Karena itu, untuk memperbaiki pola komunikasi yang ada, Yudiana menyarankan baik suami maupun istri untuk menghindari 4 cara berkomunikasi saat konflik berikut ini:

1. Mengkritik, bukan tingkah lakunya namun menyerang kepribadian pasangan.

2. Merendahkan, yang biasanya bertujuan untuk menyakiti dengan gestur maupun kata-kata kasar dan sarkastik.

3. Defensif, tidak menerima masukan, selalu mengelak/menyangkal, tidak menjalankan tanggung jawabnya.

4. Menghindar atau menarik diri saat berkomunikasi.

Tentu saja, sebelum menghindari 4 hal tersebut, Anda harus mengenali terlebih dahulu bagaimana cara berkomunikasi saat konflik. Coba ingat kembali, mana cara berargumen yang lebih sering Anda pakai ketika berbeda pendapat dengan pasangan. Kemudian, refleksikan bagaimana reaksi pasangan saat Anda melakukan hal tersebut. Apakah masalah tersebut makin memanas atau mudah diselesaikan? Jika dapat diselesaikan, bagaimana cara Anda dan pasangan berkomunikasi? Hal ini juga perlu diketahui mengingat ada pasangan yang menyelesaikan masalah dengan cara menghindar dengan harapan masalah akan selesai seiring dengan waktu. Padahal, ini sama saja menciptakan bom waktu. 

Jadi, bagaimana jika ternyata cara Anda berkomunikasi belum tepat? Yudiana memberi saran baik untuk suami maupun istri. Untuk istri, sebisa mungkin sampaikan keluhan dengan kelembutan. Sementara itu, suami bisa berusaha untuk lebih memahami amarah istri, lebih merangkul. 

Langkah kecil seperti menunjukkan minat terhadap hal yang sedang dibicarakan pasangan, memuji pemikirannya, berempati terhadap kisahnya, atau sentuhan fisik seperti memijit pundak dapat membuat komunikasi menjadi lebih menyenangkan. 

Tentu saja, mempraktikannya membutuhkan konsistensi dan kebesaran hati mengingat cara orang berkomunikasi merupakan hasil dari proses belajar dan pengaruh lingkungan.  Masing-masing memiliki ekspektasi tentang bagaimana pasangannya harus bersikap. Dengan menerima cara komunikasi “bawaan” pada pasangan sembari mengusahakan model berkomunikasi yang efektif, kesenjangan antara ekspektasi dan kenyataan dapat dipersempit. Konflik pun dapat diminimalisir.