Pada awal sekolah diliburkan selama 14 hari untuk menekan laju penyebaran virus corona, banyak orang tua panik. Wajar saja, selama ini anak menghabiskan waktu di sekolah selama 4 hingga 8 jam. Kini, waktu sebanyak itu harus dihabiskan di rumah. Pasangan dengan anak usia prasekolah bisa jadi “mati gaya” karena tidak banyak tugas belajar dari sekolah. Sebaliknya, pasangan dengan anak usia sekolah bisa jadi kewalahan karena harus turut mengajari anak ketika tugas yang diberikan guru tak sebanding dengan materi yang diajarkan.
Hilang kesabaran mungkin dialami banyak ibu saat SFH (study from home) karena beban tugas domestik yang bertambah, beban pekerjaan jika WFH (work from home) atau malah tidak bisa WFH, atau masalah finansial yang terdampak COVID-19. Ya, para ibu nampaknya lebih banyak direpotkan dengan urusan ajar mengajar ini, termasuk komunikasi dengan sekolah tentang tugas belajar. Kecuali, anak sudah remaja dan bisa mandiri dengan tugas sekolahnya.
Bagaimana dengan para ayah? Survey yang dilakukan oleh SKATA terhadap 103 responden yang memiliki anak usia sekolah menunjukkan bahwa sebanyak 40,8% istri tidak berbagi tugas mendampingi anak belajar dengan suami. Alasannya beragam, yaitu tinggal beda kota, suami tidak WFH, beban pekerjaan suami tinggi, atau istri memang bertugas untuk mengajari anak.
Ini berarti, lebih banyak pasangan yang melakukan pembagian tugas, yaitu sebanyak 59,2%. Jadi, keterlibatan baik suami maupun istri dalam proses belajar anak di rumah dianggap mampu menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif serta menjaga kesehatan mental kedua orang tua.
Baca: Cetak Anak Berprestasi di Era Digital
Bagaimana cara istri berbagi tugas dengan suami kala mendampingi anak SFH? Berikut opsi pembagian tugas mengajar yang dirangkum dari hasil survey SKATA:
1. Suami pegang si bungsu, istri pegang si sulung
Dengan mayoritas responden memiliki dua anak, pembagian tugas “satu ortu satu anak” cukup masuk akal dilakukan. Diskusikan dengan pasangan, siapa yang harus menemani belajar si sulung atau si bungsu. Pembagian tugas yang bersifat permanen memudahkan proses belajar yang simultan dan bisa menghindari miskomunikasi dengan pasangan atau guru. Sebaliknya, jika dilakukan bergantian (misal minggu ini istri pegang si sulung, minggu depan pengang si bungsu), harus ada “serah terima” yang jelas khususnya tentang detil materi dan pengerjaan tugas.
2. Yang sedang tidak sibuk yang bantu mengajar
Pembagian yang bersifat cair seperti di atas bisa dilakukan dengan syarat masing-masing tidak boleh “baper” jika waktu belajar anak selalu jatuh pada waktu luang istri/suami. Untuk mengantisipasinya, buat jadwal belajar anak, pada pukul berapa saja ia harus SFH, jam berapa mengerjakan tugas, dan apa saja yang perlu dibantu oleh orang tua. Buat pula jadwal kegiatan istri dan suami, mana saja jam kerja atau tugas domestik yang bisa digeser waktunya agar masing-masing bisa bergantian mendampingi anak.
Baca: Anti Stres Dampingi Anak Belajar, Ini Kuncinya!
3. Anak yang memilih siapa yang harus menemani
“Aku mau sama Ibu aja…” Nah, kalau sudah begini, istri bisa mendadak migren. Jika tugas anak masih dapat ditangani seorang diri tanpa terbebani, opsi ini bisa dipilih. Namun, jika tugas tersebut dirasa terlalu berat, diskusikan dengan anak untuk mau belajar juga dengan ayahnya. Ibu bisa bantu menuliskan pembagian tugas jika suami bingung harus melakukan apa. Namun, jika anak memilih karena memang merasa lebih nyaman belajar atau lebih paham belajar dengan salah satu orang tuanya, lakukan pembagian tugas domestik lain yang kira-kira bisa meringankan beban istri.
4. Sesuai keahlian masing-masing
Ayah lebih jago matematika, Ibu lebih jago seni dan bahasa. Nah, lebih mudah ya pembagiannya jika ada spesialisasi seperti ini. Jika Anda melakukan dan mengajarkan hal yang Anda suka dan minati, tentu proses tersebut akan lebih menyenangkan dijalani dan kualitasnya pun akan lebih baik.
5. Pembagian teknis di tiap tahapan tugas
Ada tugas sekolah yang membutuhkan lebih dari satu tahap, misal project membuat film pendek. Jika bentuk tugasnya seperti ini, istri bisa membantu anak saat mengambil gambar dan mengembangkan cerita, sementara suami bisa membantu proses editing.
Terlihat lebih ringan bukan, jika ada pembagian peran antara suami dan istri? Jika tidak memungkinkan berbagi tugas dengan suami, jangan lantas berkecil hati ya. Ada banyak “bonus” yang Anda dapat dari menemani anak belajar, mulai dari latihan kesabaran, mengetahui minat anak, mengetahui cara anak menghadapi tekanan, dan sebagainya. Anggap ini sebagai kesempatan, bukan beban. Selamat membersamai anak mencari ilmu!