Siapa yang tak ingin memiliki tubuh ideal, sukses di karir dan pergaulan? Padahal, “tubuh ideal” sendiri merupakan standar yang diciptakan oleh media dan industri kecantikan. Sayangnya, banyak orang tua terjebak untuk menerapkan standar ini pada anak-anaknya, bahkan pada dirinya sendiri. Hal ini mirip dengan standar “pintar” yang masih banyak dipahami orang tua sebagai mendapat nilai bagus di sekolah. Akibatnya, anak yang tidak memenuhi standar tersebut merasa tertekan karena merasa tidak mendapatkan dukungan orang tua.

Film Imperfect karya Ernest Prakasa dan istrinya, Meira Anastasia, menceritakan bagaimana Rara (Jessica Mila) berjuang untuk mencintai dirinya sendiri sejak kecil dengan tubuh yang lebih berat dari orang seusianya. Ayahnya yang selalu mencintai ia apa adanya meninggal menjelang Rara remaja, sementara ibunya (Karina Suwandi) selalu mengingatkan Rara untuk membatasi makanannya agar tidak gendut. Rara semakin tertekan karena adiknya seorang artis Instagram yang sangat cantik dan langsing, yang membuat orang selalu membandingkannya dengan adiknya. Rara juga menjadi sasaran ejekan di tempat kerjanya karena penampilan cueknya bertolak belakang dengan sebagian besar karyawan perusahaan kosmetik tempat ia bekerja.

Karena suatu hal, Rara pun melakukan diet mati-matian untuk menjadi “ideal”. Meskipun garis besar film ini seolah mengisahkan perjuangan diet Rara, namun sebenarnya terdapat pesan penting yang relevan bagi orang tua dalam hal pengasuhan anak dan remaja agar tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan mampu menghargai dirinya sendiri. Inilah alasan mengapa orang tua perlu menonton film Imperfect:

1. Agar orang tua mampu memahami bahwa anak bisa tertekan karena komentar “sepele” 

Bagi ibu Rara, komentar seperti “Inget paha (yang besar)..!” mungkin hanya bermaksud mengingatkan agar Rara tidak terlalu banyak makan. Namun, bagi Rara yang konsisten mendapat komentar sejenis, hal ini mempengaruhi kepercayaan dirinya. Pipi tembem, betis besar, kulit gelap, dan sejumlah keluhan khas wanita kenyataannya mampu mempengaruhi kepercayaan diri anak kala remaja dan bisa bertahan hingga dewasa jika ia masih belum bisa menerima dirinya apa adanya. Ini juga berlaku bagi anak laki-laki, lho. 

Jadi, coba bayangkan komentar tersebut ditujukan pada diri Anda sendiri. Jika rasanya tidak nyaman, jangan katakana hal tersebut pada anak meskipun hanya ingin bergurau. Anak yang tidak percaya diri tidak mampu melihat kelebihan dirinya, selalu merasa gagal, dan lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan negatif yang membuatnya merasa berharga.

2. Agar orang tua menekankan pada anak bahwa penampilan tidak menentukan kebahagiaan dan harga dirinya

Setiap orang tumbuh besar dengan nilai-nilai yang dianggap penting, dan ini diwariskan dalam keluarga atau dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Anak yang tumbuh besar dengan banyak komentar fisik dari orang tua akan menangkap pesan bahwa penampilan itu penting, lebih penting dari kemampuan lain yang sebenarnya ia miliki. Apalagi, remaja adalah fase dimana seseorang kerap merasa inscure (kuatir, tidak percaya diri) tentang penampilan dan penerimaan lingkungan pertemanannya. Karenanya, orang tua perlu menyampaikan pada anak bahwa kebahagiaan tidak ada ditentukan oleh penampilan, begitu juga harga dirinya.

Baca: Body Shaming Datang, Percaya Diri Hilang. Adakah Peran Kita?

3. Agar orang tua menghargai pencapaian anak

“Kok, makan coklat lagi? Nanti dietmu gimana?” 

Kalimat tersebut maksudnya baik, agar jerih payah Rara dalam berdiet tidak sia-sia. Namun, jika pujian yang diterima lebih sedikit daripada komentar semacam tadi, anak akan menganggap usahanya selama ini tidak cukup baik. Ada anak yang semakin termotivasi untuk membuktikan perjuangannya, namun ada yang akhirnya stres karena lelah memenuhi standar keberhasilan yang ditetapkan orang tuanya.  

4. Agar orang tua bisa mengajak anak melihat kelebihannya

“Masih staf kok, bukan manajer.”

Begitu komentar ibu Rara saat teman-temannya memuji Rara yang bekerja di perusahaan kosmetik. Bisa saja ibu Rara bermaksud merendah, namun bagi Rara hal tersebut menyiratkan bahwa dirinya tidak cukup berhasil. Padahal, Rara rutin mengajar di sekolah bagi anak-anak kurang beruntung di lokasi pembuangan sampah. Ibunya mungkin tidak menganggap hal tersebut sebagai kelebihan, Rara pun tidak menganggapnya suatu pencapaian. Malah, kekasihnya (Reza Rahadian) lah yang membuatnya sadar bahwa keikhlasan Rara berbagi ilmu dengan anak-anak tersebut adalah suatu kelebihan. 

Baca: Kenali Potensi Anak, Hindarkan Ia dari Hal Berbahaya

5. Agar orang tua dapat berdamai dengan masa lalu

Ini hal paling penting yang mungkin mendasari alasan sebagian besar orang tua untuk membuat anaknya begini dan begitu: masa lalu. Di akhir cerita, ternyata ada satu hal yang berhubungan dengan masa lalu ibu Rara yang membuatnya tanpa sadar selalu “menekan” Rara untuk bisa berbadan langsing dan berpenampilan cantik. Tentu, setelah ia menyadarinya, perilakunya pun turut berubah. 

Baca: Ambisiku Ternyata Bukan Ambisinya. Yuk, Jadi Orang Tua yang Berkompromi!

Andai saja setiap orang tua bisa mencari tahu sejak awal mengapa secara tak sadar mereka ingin anaknya mencapai hal tertentu, tentu pengasuhan yang salah dapat dihindari. Berapa pun usia anak Anda sekarang, masih belum terlambat untuk memperbaiki sudut pandang Anda dalam menilai “harga” seorang anak. 

 

 

Foto: Dok.Starvision Plus/YouTube