Pernahkah Anda merasa nyeri ketika berhubungan seks? Mungkin saja, rasa nyeri tersebut disebabkan oleh kondisi vagina Anda yang terlalu kering. Normalnya, vagina akan mengeluarkan cairan lubrikasi alami dalam keadaan terangsang, namun beberapa kondisi membuat hal tersebut lebih sulit terjadi. Beberapa di antaranya adalah:
1. Penurunan level hormon estrogen selama menopause, pramenopause, setelah melahirkan, atau selama menyusui
2. Efek samping obat seperti obat alergi, asma, dan flu yang mengandung antihistamin
3. Kemoterapi dan radiasi pada pengobatan kanker
4. Kurang gairah
5. Iritasi karena produk perawatan tubuh
6. Cemas dan stres
Vagina yang terlalu kering dapat menyulitkan terjadinya penetrasi. Jika dipaksakan, Anda dapat merasakan nyeri dan menimbulkan lecet pada vagina. Untuk menambah lubrikasi pada vagina, Anda bisa menggunakan pelumas atau lubricant.
Apakah bahan dasar pelumas?
Pelumas sendiri memiliki 4 tipe dasar yang biasanya di jual bebas di pasaran. Pertama, pelumas dengan bahan dasar air, dengan kandungan dasar cellulose ether dan gliserin. Pelumas ini merupakan tipe yang paling banyak beredar. Water-based lubricant formulanya lebih lembut, umumnya tidak menyebabkan iritasi. Namun, jika Anda sensitif, hindari pelumas yang mengandung propylene glycol atau chlorhexidine. Pelumas berbahan dasar air juga dapat meningkatkan risiko penularan HIV pada seks anal.
Kedua, pelumas berbahan dasar minyak dengan bahan dasar petroleum jelly. Kelemahan pelumas jenis ini adalah mampu menyebabkan robeknya kondom lateks karena mengurangi elastisitasnya.
Ketiga, pelumas berbahan dasar silikon. Berbeda dengan pelumas berbahan dasar air yang meresap ke dalam kulit sehingga mudah kering, pelumas berbahan dasar silikon memberi efek licin lebih lama.
Apakah pelumas memiliki efek samping?
Pada dasarnya, pelumas aman digunakan asalkan Anda memilih produk pelumas yang sesuai dengan kebutuhan. Namun, seperti bahan kimia lainnya, pelumas bisa memicu efek samping apalagi bila kondisi vagina sedang kurang baik. Contoh yang dapat terjadi adalah infeksi bakteri. Infeksi bakteri dapat terjadi karena kadar keasaman atau pH bahan kimia dalam pelumas tidak sesuai dengan kadar pH vagina. Padahal, kadar pH yang normal sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan flora vagina. Akibatnya, bahan kimia pelumas malah membunuh bakteri baik yang bertugas untuk melindungi organ intim.
Infeksi lain yang dapat terjadi adalah infeksi jamur. Selain karena pelumas bisa mengubah kadar pH vagina yang normal, beberapa penelitian menyebutkan bahwa kandungan gliserin pada produk pelumas vagina tertentu justru memicu pertumbuhan jamur. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk membuktikan bahaya gliserin bagi vagina.
Apakah penggunaan pelumas mempengaruhi kesuburan?
Pada dasarnya untuk mencapai hamil dan mendapatkan keturunan yang diperlukan adalah adanya pertemuan antara sel telur wanita dan pria. Penelitian yang dilakukan oleh American Society for Reproductive Medicine dan Canadian Fertility and Andrology Society di Montreal, Kanada menunjukkan bahwa bila pelumas bercampur dengan sperma selama hubungan seksual, pelumas jenis tertentu dapat mempengaruhi kualitas sperma dan mengurangi potensi kesuburan wanita dan pembuahan (konsepsi).
Meskipun terdapat beberapa bukti yang saling bertentangan, sejumlah penelitian lain menemukan bahwa meskipun pH lendir serviks yang dihasilkan tepat sebelum ovulasi sangat cocok untuk kelangsungan hidup dan pergerakan sperma, pH sebagian besar pelumas tidak ramah terhadap sperma. Bahkan, sifat asam pelumas dapat membunuh sperma. Selain itu, kepekatan pelumas bisa mengurangi kecepatan mobilitas sperma sehingga menyulitkan sperma untuk bergerak menuju sel telur.
Kesimpulannya, pelumas vagina dapat menghambat terjadinya pembuahan namun tidak mempengaruhi tingkat kesuburan pria dan wanita. Oleh karena itu, jika Anda berencana untuk hamil, sebaiknya hindari penggunaan pelumas. Namun, jika Anda tidak sedang berada dalam program kehamilan, pelumas aman digunakan.
Editor: Menur Adhiyasasti