Pada masa remaja terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial secara cepat sehingga remaja dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Memiliki teman yang merokok bisa mengakibatkan peer pressure, dimana remaja mendapat bujukan, tekanan, atau bahkan muncul keinginan dari diri sendiri untuk mencoba rokok. Hal ini belum termasuk pengaruh media yang membuat remaja merokok seolah lebih keren daripada yang tidak merokok, khususnya pada remaja laki-laki. 

Riset Kesehatan Dasar 2018 oleh Kementrian Kesehatan menunjukkan bahwa jumlah remaja usia 10-18 yang merokok selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, yaitu sebanyak 7,2% (2103), 8,8% (2016), dan 9,1% (2018). Mungkin, remaja mengetahui bahaya rokok secara garis besar. Namun, perkembangan otak mereka belum mampu berpikir tentang konsekuensi jangka panjang dari merokok.

Secara singkat, rokok sendiri bersifat toksik (beracun) pada setiap organ tubuh penggunanya, baik dalam konteks perokok aktif maupun pasif. Selain menyebabkan penyakit pada paru-paru, rokok sendiri sangat berperan dalam terjadinya kerusakan pada jantung dan pembuluh darah. Secara ilmiah, terdapat korelasi yang signifikan antara merokok dengan hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 yang akan meningkatkan kejadian stroke (penyumbatan/pecahnya pembuluh darah otak), serangan jantung, serta berbagai penyakit lainnya yang bersifat fatal baik secara akut (cepat) maupun kronik (lama). 

Selain itu, rokok mempu merusak tubuh hingga ke tingkat sel sehingga menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal dan bersifat ganas (kanker). Tidak hanya kanker paru, tetapi juga kanker hati, usus, lambung, pankreas, ginjal, serviks, kandung kemih, dan lainnya. 

Rokok menyebabkan kecanduan pada penggunanya, diakibatkan nikotin yang terakumulasi di dalam tubuh. Efek nikotin inilah yang membuat seseorang yang rutin mengkonsumsi rokok akan merasa gelisah apabila tidak menghisap rokok tersebut. Zat adiktif ini menjadi rantai yang membuat seseorang sangat sulit untuk melepaskan diri dari kegiatan merokok.

Kalau masih remaja, apakah masih bisa berhenti merokok? 

Tentu saja bisa. Baik perokok ringan yang hanya beberapa kali mencoba, maupun perokok berat yang merasa ada yang hilang jika tidak merokok, semua bisa asalkan mau berusaha. Pada remaja perokok, peran orang tua sangat dibutuhkan. Lingkungan remaja tidak bisa orang tua kendalikan, namun remaja dan lingkungan rumah masih bisa dikondisikan agar mampu membantu remaja berhenti merokok. Ingat, larangan, ancaman, ultimatum tidak akan berhasil pada remaja. Sebagai gantinya, coba cara berikut ini, yang disarikan dari MayoClinic.

Tanya kenapa

Ya, sebelum membujuk anak untuk berhenti merokok, tanyakan dulu alasan ia mencoba merokok. Jangan-jangan, ia berusaha untuk bisa masuk dalam pergaulan kelompoknya. Atau, ia stress dengan beban pelajaran di sekolah. Dengan memahami alasan anak, Anda akan lebih mudah untuk membantunya lepas dari rokok

Buat daftar bersama

Coba ajak anak anak untuk membuat daftar kekurangan dan kelebihan merokok. Tidak perlu membahas dampak jangka panjang seperti kanker karena otak remaja masih belum sepenuhnya mampu memahami konsekuensi. Alih-alih, tulis kekurangan seperti membuat nafas bau, bibir hitam, baju bau, kuku kuning, atau cepat ngos-ngosan saat berolahraga. Tantang ia untuk menghitung biaya yang dihabiskan per bulan untuk rokok. Namun, jika anak sudah cukup mampu berpikir ke depan, ajak ia mempertimbangkan apakah rokok akan mempengaruhi kemampuannya meraih cita-cita.

Beri contoh

Sebelum menerapkan cara di atas, pastikan Anda tidak merokok ya. Remaja sudah mampu berpikir logis, jadi sebaiknya walk the talk. Lakukan apa yang Anda sarankan.