Salah satu rutinitas ibu baru yang tidak boleh terlewat adalah membawa bayi untuk diimunisasi. Biasanya, rumah sakit atau klinik tempat kita bersalin akan memberikan KMS (Kartu Menuju Sehat) pasca persalinan.
Tidak hanya untuk keperluan memantau tumbuh kembang bayi, KMS juga mencantumkan jenis imunisasi apa saja yang harus didapat oleh bayi dan pada umur berapa saja imunisasi harus dilakukan.
Memangnya, seberapa penting sih imunisasi?
Penting sekali. Imunisasi pada dasarnya adalah menyuntikkan virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh untuk merangsang keluarnya antibodi, sehingga tubuh kita sudah tahu cara “melawan” ketika ada virus sejenis yang menyerang.
Karena itu, imunisasi mampu mencegah bayi tertular penyakit berbahaya –sekaligus menularkannya pada orang lain- hingga ia dewasa nanti.
Jika anak tidak diimunisasi, ia memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular penyakit berbahaya yang dapat mengakibatkan kecacatan hingga kematian. Maka, sebaiknya bayi diberikan imunisasi dasar lengkap untuk menghindarkannya dari risiko tersebut.
Selain cepat dan aman, imunisasi juga hampir 100% efektif. Jika ternyata anak tetap tertular penyakit, gejalanya pun lebih ringan.
Dimana sajakah kita bisa mendapat imunisasi?
Imunisasi dapat dilakukan di posyandu, puskesmas, rumah sakit, dan tempat praktek dokter anak atau bidan.
Vaksin yang digunakan di puskesmas disediakan langsung oleh pemerintah, sementara untuk vaksin tambahan seperti rotavirus, influenza, varicella, PCV, atau hepatitis A yang tidak disediakan langsung oleh pemerintah dapat kita peroleh di rumah sakit atau dokter anak.
Apa saja imunisasi yang wajib diperoleh oleh bayi?
Di Indonesia, ada 5 jenis imunisasi wajib untuk bayi yang dapat diperoleh secara gratis di posyandu.
1. Hepatitis B
Vaksin hepatitis B diberikan tiga kali. Yang pertama saat bayi baru lahir, paling lambat 12 jam setelah bayi lahir. Manfaatnya adalah untuk mencegah penularan hepatitis B dari ibu ke bayi saat proses persalinan.
Vaksin kedua diberikan saat memasuki bulan pertama, kemudian yang ketiga diberikan antara bulan ke 3-6. Jika sampai usia 5 tahun anak belum mendapat imunisasi hepatitis B, maka dapat diberikan imunisasi susulan (catch-up vaccination) sebanyak 3 kali.
2. Polio
Polio dikenal juga dengan nama penyakit lumpuh layu. Penyakit menular ini disebabkan oleh virus dalam saluran pencernaan dan tenggorokan dan dapat mengakibatkan kelumpuhan kaki, tangan, maupun lumpuhnya otot pernafasan yang menyebabkan kematian.
Vaksin polio diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi berumur 6 bulan, yaitu pada saat lahir, usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, kemudian diberikan lagi pada saat anak berusia 18 bulan dan 5 tahun.
3. BCG
Vaksin BCG berfungsi untuk mencegah anak terkena kuman tuberculosis yang dapat menyerang paru-paru dan selaput otak dan dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
Vaksin BCG paling baik diberikan saat bayi berusia dua bulan.
4. Campak
Vaksin campak diberikan dua kali, yaitu pada usia 9 bulan dan 24 bulan. Jika anak sudah mendapat vaksin MMR saat berusia 15 bulan, maka vaksin campak yang kedua tidak perlu diberikan lagi.
Manfaat dari vaksin ini adalah mencegah penyakit campak berat yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru), diare, dan bisa menyerang otak.
5. Pentavalen (DPT, HB, HiB)
Vaksin yang merupakan gabungan dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus), vaksin HB (hepatitis B), dan vaksin HiB (haemophilus influenza tipe B) ini mampu mencegah 6 penyakit sekaligus, yaitu difteri (infeksi selaput lendir hidung dan tenggorokan), pertusis (batuk rejan), tetanus, hepatitis B, pneumonia, dan meningitis (radang otak).
Vaksin pentavalen diberikan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 2,3,4, dan 18 bulan.
Sampai kapan anak harus diimunisasi?
Kelima jenis imunisasi dasar di atas harus diberikan pada anak sebelum anak berusia 1 tahun. Namun, ada tiga jenis vaksin yang perlu diulang pada usia batita, yaitu vaksin polio, campak, dan DPT karena kadar antibodinya akan turun setelah setahun.
Sementara itu, imunisasi BCG cukup dilakukan sekali saja karena antibodinya tidak pernah turun.
Jangan sampai terlewat ya!
Salah satu hal penting tentang imunisasi yang akibatnya bisa berbahaya jika terjadi adalah imunisasi yang tidak sesuai jadwal. Jadwal imunisasi dibuat berdasarkan perjalanan penyakit, sehingga ketika pemberiannya terlambat maka hasilnya tidak maksimal.
Anak pun tetap beresiko terkena penyakit, seperti yang terjadi pada kejadian luar biasa (KLB) penyakit difteri tahun lalu. Meskipun terlambat, anak tetap harus diimunisasi, ya.
Jangan sampai kita berpikir “kadung terlambat”, maka tidak usah saja. Konsultasikan dengan dokter perihal jadwalnya.