Hingga kini, masih banyak wanita yang berpikir dua kali untuk menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang jenis IUD. Alasannya sederhana, karena takut. Takut pemasangannya, takut efek sampingnya.
Padahal sebetulnya, ketakutan itu muncul karena kita belum benar-benar tahu fakta tentang IUD. Sebelum kita membahas tentang efek samping IUD, yuk kita berkenalan dulu dengan dua jenis IUD!
Ada dua jenis IUD, yaitu IUD hormonal dan non-hormonal.
IUD hormonal bekerja dengan cara mengeluarkan Levonorgestrel, yaitu hormon progestin yang juga terkandung dalam pil KB dan implan. Hormon ini berperan dalam mengentalkan cairan di bagian leher rahim sehingga sperma susah masuk ke dalam rahim.
Dengan demikian, peluang sel sperma untuk membuahi sel telur nyaris tidak ada. Kalaupun berhasil terjadi pembuahan, hormon ini juga menyebabkan rahim tidak kondusif untuk menempelnya sel telur yang telah dibuahi.
Sementara itu, IUD non-hormonal memiliki komponen berupa lilitan tembaga (copper). Copper ini bekerja dengan cara mengeluarkan zat yang menimbulkan peradangan di dalam rahim yang mampu merusak sel sperma dan sel telur sebelum keduanya sempat bertemu.
Nah, setiap “benda asing” yang masuk ke dalam tubuh pasti menimbulkan reaksi, begitu pula IUD. Reaksi yang kita harapkan adalah tidak terjadinya kehamilan, sementara reaksi yang tidak kita harapkan lebih dikenal dengan istilah “efek samping”. Berikut ini adalah efek samping dari IUD:
Perubahan pola haid
Ini adalah efek samping yang paling umum dari penggunaan IUD. Pada IUD non hormonal (dikenal juga dengan istilah KB spiral), penyebabnya adalah zat peradangan yang dikeluarkan oleh tembaga tadi.
Biasanya, tenaga kesehatan akan menjelaskan terlebih dahulu efek samping ini agar pasien tidak kaget ketika mengalami keluhan setelah pemasangan IUD. Apa saja bentuknya?
- spotting alias keluarnya flek
- durasi menstruasi yang lebih lama dari biasanya
- volume darah haid yang lebih banyak
- nyeri haid yang lebih intens
Hal ini tidak berbahaya, dan umumnya terjadi hanya pada bulan ke-3 hingga ke-6. Anda tidak perlu khawatir, bahkan pengguna KB suntik pun bisa mengalami flek. Flek ini lama kelamaan akan berkurang dan hilang dalam beberapa bulan.
Sementara itu, jika nyeri haid terasa sangat mengganggu, Anda bisa minum obat pereda nyeri yang aman dikonsumsi seperti parasetamol. Volume darah haid yang lebih banyak juga bisa disiasati dengan cara mengganti pembalut lebih sering dan memilih pembalut yang berdaya tampung lebih banyak.
Sebaliknya, pengguna IUD hormonal bisa mengalami menstruasi yang lebih tidak teratur dan sedikit, bahkan tidak mens sama sekali (amenorrhea). Hal ini juga wajar dan tidak berbahaya.
Terganggunya hubungan seksual
IUD berbentuk alat kecil seperti huruf T. Begitu kecilnya, IUD memiliki benang untuk memudahkan proses pengeluarannya dari rahim kelak.
Benang ini menjuntai dari dalam rahim hingga bagian atas liang vagina. Jika benang dipotong, terkadang dapat timbul gesekan dengan penis ketika berhubungan.
Bagi sebagian pria hal tersebut menimbulkan rasa nyeri maupun geli. Tenang saja, Anda dapat meminta bidan atau dokter kandungan untuk menekuk benang tersebut dan menyelipkannya ke mulut rahim sehingga ujung benang tidak terasa tajam.
Bagaimana dengan wanita pengguna IUD? Apakah hubungan seksual dapat membuat IUD menusuk-nusuk bagian dalam rahim dan menimbulkan rasa nyeri?
Tentu saja tidak. Meskipun berbentuk huruf T, IUD terbuat dari bahan yang sangat lentur sehingga tidak akan melukai rahim. Selain itu, letak IUD berada di dalam rahim. Penis hanya mampu mencapai liang vagina, sehingga tidak akan dapat menyentuh IUD apalagi sampai membuatnya melukai rahim.
Bagaimana jika efek samping di atas semakin mengganggu?
Anda bisa memeriksakan diri pada bidan atau dokter. Pemeriksaan lebih lanjut bisa dilakukan untuk mencari tahu penyebabnya. Jika tidak ada masalah yang ditemukan, mungkin saja anda tidak cocok dengan IUD dan bisa memilih alat kontrasepsi jenis lain.
Setiap tubuh memiliki kondisi yang berbeda-beda, sehingga ketidakcocokan adalah hal yang wajar.
Lebih terasa manfaatnya
Meskipun demikian, cukup jarang wanita yang melepas IUD dengan alasan tidak cocok. Kebanyakan wanita pengguna IUD merasakan manfaat yang lebih banyak daripada efek sampingnya.
Selain efektif mencegah kehamilan, durasi kontrasepsi yang ditawarkan cukup lama, yaitu 5-10 tahun. Anda hanya perlu cek berkala setiap enam bulan sekali untuk memastikan IUD masih pada posisi yang tepat.
Di luar itu, tubuh anda telah beradaptasi dan efek samping yang sempat dirasakan di awal pemasangan sudah tidak lagi terasa. Jika ingin merencanakan kehamilan, anda bisa kembali subur terhitung sejak IUD dikeluarkan dari rahim anda.
Bagaimana, sekarang tidak lagi ragu untuk memilih IUD kan?
Masih bingung dan butuh saran medis yang lebih akurat dan terpercaya? Tanyakan saja masalah kesehatan Anda ke dokternya langsung lewat aplikasi Halodoc! Di situ Anda dapat berkonsultasi langsung dengan para dokter melalui fitur "Contact Doctor" yang tersedia via Chat dan Voice/Video Call.
Yuk download Halodoc di Google Play dan App Store dan temukan solusi medis terpercaya seputar kesehatan Anda!