Kekerasan dalam rumah tangga bisa datang dari segala bentuk dan tak semuanya berbentuk fisik. Ketika pasangan menggunakan kata kasar untuk mengancam dan mengontrol, itu sudah termasuk dalam kekerasan verbal. Ketika seseorang mampu berkata kasar, bukan tak mungkin ia bisa melakukan tindakan fisik yang menyakitkan.
Apa bedanya kekerasan verbal dengan argumen biasa?
Normal adanya pasangan berargumen saat tak sependapat. Kadang, kita juga bisa ‘kelepasan’ dan membentak. Ini bagian dari fitrah manusia, tapi kekerasan verbal berbeda dengan sekadar adu argumen.
Argumen yang normal, biasanya:
- Tak terjadi tiap hari
- Tanpa ancaman
- Salah satu masih mau mendengarkan yang lain, walaupun dalam keadaan marah
- Mungkin ada bentakan atau kata yang tak enak didengar, tapi kita paham itu hanya karena emosi dan bisa dibicarakan lagi ketika sudah sama-sama tenang
- Argumen hanya tergantung kondisi, bukan karena karakter pasangan
- Kalaupun kita tak setuju dengan hasil argumen, tak ada hukuman atau ancaman
Sementara itu, “argumen” yang sebenarnya kekerasan verbal berbentuk:
- Pasangan menghina dan mempermalukan kita, lalu mereka menuduh kita sensitif dan ia menganggapnya ‘hanya bercanda’.
- Sering sekali membentak dan berteriak pada kita
- Tiba-tiba berargumen, tapi menyalahkan kita karena memulainya
- Pasangan membuat kita merasa bersalah dan membuat dirinya bagai korban.
- Ia bersikap berbeda ketika di depan kita dengan di depan orang banyak
- Ketika marah, pasangan cenderung memukul sesuatu, membanting, atau melempar barang.
Ada 11 contoh kekerasan verbal yang perlu kita tahu:
1. Menyebut kita dengan sebutan kasar
Misal, “Iya kamu enggak ngerti soalnya kamu bodoh!” atau “Enggak heran kalau banyak orang bilang kamu tuh brengsek.”
2. Merendahkan
Ini salah satu cara lain untuk membuat diri kita merasa tak berguna. Ia akan menggunakan kata yang sarkastik dan ‘menggurui’ hanya untuk membuatnya merasa superior atau berkuasa.
3. Penuh kritikan (yang tidak membangun)
Berbeda jika kritikan yang diberikan adalah positif dan bersifat memperbaiki. Bukan seperti, “Kamu selalu merasa jadi korban sih, makanya orang enggak ada yang suka sama kamu,” atau “Kan, kamu bikin salah lagi. Apa sih yang kamu bisa?”
4. Membuat kita merasa buruk
Pasangan ingin membuat kita merasa buruk dengan cara mempermalukan. “Dulu tuh kamu enggak bisa apa-apa, kalau enggak ada aku pasti kamu enggak berguna,” atau “Coba deh ngaca, siapa coba yang mau sama kamu?”.
5. Manipulatif
Ia ingin memanipulasi kita dengan membuat kita melakukan sesuatu (yang salah). “Kalau kamu sayang sama aku, kamu pasti mau melakukan ini,” atau “Kamu melakukan itu karena enggak sayang sama sama keluarga.”
6. Menyalahkan
Kita pasti berbuat salah, tapi seharusnya menjadi sebuah pelajaran bukan alasan untuk pasangan terus menyalahkan. Contoh, “Aku enggak suka ribut, tapi kamu yang mancing terus!”
7. Penuh tuduhan yang belum terbukti
“Kalau enggak ada apa-apa, kenapa enggak ngomong? Pasti kamu ada apa-apa kan sama dia!” Padahal, kita tak menutupi apa-apa.
8. Mengancam
Ancaman bukan pilihan dari menyelesaikan masalah. “Kalau kamu pulang nanti, jangan kaget kalau lihat tanda rumah dijual ya! Plus, anak-anak aku bawa!” atau, “Ngelawan aku? Aku bisa loh laporin kamu ke polisi.”
9. Mencari-cari kesalahan
Terus menerus mencari kesalahan alih-alih mencoba menyelesaikan bersama. Seperti tidak membiarkan kita untuk berpikir mencari solusi, tapi memaksa untuk terus disalahkan.
10. Mendiamkan tanpa alasan
Tak selalu kekerasan verbal perlu diucap. Ketika pasangan mulai sering mendiamkan tanpa alasan, dan tak mau mencoba mencari solusi konflik bersama, bisa tetap masuk dalam kekerasan verbal.
Bagaimana menghadapi pasangan dengan kekerasan verbal?
Kita perlu membuka mata, hati, dan telinga. Percaya pada hati jika dirasa kalimat yang dilontarkan sudah tak lagi normal dan tak bisa dibicarakan secara baik-baik. Jika terjadi terus menerus, berkonsultasi pada psikolog atau profesional bisa menjadi solusi.
Namun, jika kekerasan verbal diikuti oleh kekerasan bentuk lain (fisik & seksual) yang membahayakan, hubungi layanan hotline institusi yang menangani tindak KDRT seperti:
- Rifka Annisa Women’s Crisis Center (Hotline: 0857 9905 7765)
- LBH APIK (0274) 877 93300 atau mengisi form Lapor Kasus di sini.
- Komnas Perempuan (021) 390 3960 atau melalui Facebook @stopktpsekarang, Twitter @komnasperempuan, dan email petugaspengaduan@komnasperempuan.go.id. Untuk laporan via medsos, isi form ini terlebih dahulu.
Referensi: Healthline
Image by stockking on Freepik