Rasanya hampir enggak mungkin sebuah hubungan mulus tanpa konflik. Logikanya, bagaimana mau belajar kalau tak pernah ada salah? Berbeda saat masih pacaran dulu, kalau punya masalah bisa curhat sama teman, curhat sama orang tua, atau cuit-cuit lewat media sosial. Ketika sudah menikah, tentu ada batasannya. Kita enggak bisa lagi sembarangan curhat. Kalau mau keluarin uneg-uneg ya sama pasangan, tapi kalau lagi ada konflik apalagi kalau masalahnya sudah pelik, bicara saja sulit.
Saat terjadi komunikasi yang macet, ada kalanya berbicara menjadi sangat berat. Padahal kalau enggak dibicarakan, enggak akan tuntas. Akan ada kemarahan yang terpendam, perilaku yang defensif hingga menimbulkan kesedihan, dan sakit hati yang berlarut. Kalau sudah begini, mesti bicara sama siapa?
Sebelum bicara dengan pihak ketiga, coba dulu kembali ke akar masalah.
Terkadang, pasangan beradu argumentasi lupa dengan akar masalahnya. Sibuk dengan kekesalan cara bicara pasangan atau malah didiamkan saat masih perlu diskusi. Lama-lama jadi kesal sendiri lalu lupa "berkelahinya" karena apa. Kalau sudah begini, diam dulu tak mengapa. Perlahan atur napas hingga kondisi hati benar-benar tenang dan siap melihat kembali apa sebenarnya masalahnya.
Tetap belum bisa bicara dengan pasangan meski sudah tenang? Tak perlu memaksakan diri bicara serius berdua. Kita bisa memilih untuk menuliskan apa yang kita rasakan, apa yang mungkin menjadi sumber masalahnya, dan bagaimana solusi yang diinginkan. Ketika sudah kembali tenang, namun belum bisa bicara, memberikan catatan tulisan pada pasangan bisa menjadi solusi.
Ternyata, tetap harus saling bicara? Oke, perhatikan dulu langkahnya…
Lihat ekpektasinya dengan cara positif
Apa yang ada di pikiran kita, semua bisa jadi nyata. Misal, kita sudah sangka ‘ending’nya akan ribut besar atau kita pikir setelah bicara justru akan memperburuk situasi, semua itu bisa terjadi. Tapi, kita bisa mengubah cara berpikir kita dengan lebih positif.
“Iya, mungkin dengan bicara akan bisa memperparah keadaan, tapi bisa jadi justru dengan saling terbuka kita bisa mendapatkan solusi.”
Pahami kenapa harus bicara
Apa karena kita ingin melihat perspektif dari pasangan? Atau ingin meluruskan salah paham? Bisa jadi, alasannya karena kita ingin mengkonfrontasi pasangan karena kebohongan dan perilaku buruknya? Atau, ingin semua diskusi ini menjadi bahan pembelajaran supaya tak terulang lagi di kemudian hari? Apapun itu, memahami kenapa kita harus bicara bisa membantu melihat keadaan secara lebih objektif dan membahasnya dengan jujur.
Siap-siap jika komunikasi menjadi semakin menegangkan
Kita perlu siap kalau komunikasi akan menjadi lebih berat sehingga penting untuk kita mampu mengatur emosi untuk tidak bersikap defensif dan emosional.
Pilih kalimat yang tepat untuk membuka pembicaraan
Jangan tiba-tiba datang ke pasangan dan mengucapkan, "Kita harus ngomongin masalah kemarin" (apalagi jika nada bicara yang dipilih juga kurang enak didengar). Pilih pembuka pembicaraan dengan kalimat yang lebih tersirat seperti:
“Pa, akhir-akhir ini aku kepikir tentang..."
“Menurut Mama nih, baiknya gimana soal ...”
“Aku benernya tuh pengin tahu pendapat Ayah lho, soal ... "
Jangan lupa pilih momen yang tepat dan saat suasana hati sedang bersahabat.
Jangan terpancing emosi, tetap pada topik
Jika emosi mulai memuncak, jelaskan bahwa tak mengapa kita punya cara pandang yang berbeda, tapi kita ingin bisa sama-sama mengerti dan saling kerjasama untuk mencapai solusi.
Komunikasi buntu, butuh curhat nih…
Menikah itu adalah tentang kita dan pasangan. Sebisa mungkin, jangan biarkan orang terdekat kita terseret dalam permasalahan. "Kan cuma sekedar sharing?" Melepas uneg-uneg boleh saja, tapi ingat masing-masing orang punya cara pandang sendiri yang belum tentu sejalan dengan kita (atau pasangan). Salah-salah kata, malah jadi runyam dan merusak hubungan apalagi sampai merusak kepercayaan.
Hindari juga curhat dengan lawan jenis, apapun alasannya membuka ruang dengan lawan jenis bisa memicu permasalahan lain. (Walaupun sudah sahabatan lama, ya).
Baca: Jangan Curhat ke Lawan Jenis Setelah Menikah, Ini Bahayanya
Jadi ke mana dong curhat yang aman?
Bisa ke tenaga ahli profesional seperti terapis, psikolog, atau pemuka agama (yang dipercaya). Hanya saja, pastikan bahwa mereka bisa menyimpan rahasia dan bersikap objektif. Kita juga perlu menjaga batasan agar pasangan tak merasa kita membicarakan dirinya di belakangnya dengan saling terbuka.
Butuh cara jitu untuk komunikasi tanpa perlu melibatkan orang ketiga? Ikuti kelas Komunikasi dengan Pasangan bersama psikolog Karina Adisitana, M.Psi di www.demikita.id aja!
Pelajari prinsip-prinsip dasar komunikasi efektif langsung dari pakarnya agar hubungan dengan pasangan tetap hangat.
Photo by Timur Weber www.pexels.com