Zaman sekarang, alat kontrasepsi bisa dikatakan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, baik untuk mengatur kehamilan bagi pasangan suami istri maupun untuk mencegah penularan penyakit menular seksual. Namun, tak banyak yang tahu bagaimana sejarah ditemukannya alat kontrasepsi hingga bisa digunakan secara bebas seperti saat ini. 

Jika ditarik mundur ke era Mesir Kuno atau Mesopotamia tahun 1850 SM, alat kontrasepsi sederhana dibuat dari madu, daun akasia, serta serat sebagai alat penutup serviks agar sperma tidak masuk ke rahim. Logika kerjanya mirip dengan alat kontrasepsi diafragma (kondom vagina) pada saat ini.

Orang-orang Mesir Kuno dan Mesopotamia pada saat itu juga mencoba berbagai alternatif lain dalam melakukan kontrasepsi mulai dari memasukan kerikil pada rahim hewan (sebagai bentuk uji coba, yang akhirnya menjadi inspirasi dalam penggunaan IUD), penggunaan kondom berbahan usus hewan, hingga mengonsumsi dedaunan karena melihat hewan tak cepat-cepat melahirkan karena mengonsumsi itu.

Pada abad ke-9, dokter Persia Muhammad ibn Zakariya al-Razi menyarankan sengama terputus untuk pengendalian kelahiran, sementara sejarah kontrasepsi di India diketahui menggunakan ramuan dari bubuk daun palem dan kapur merah serta pessarium yang terbuat dari madu, ghee, garam batu atau biji pohon palasa.

Pada zaman kejayaan gereja di Eropa, pengendalian kelahiran tidak diperbolehkan meskipun pada abad ke-18 sejarah mencatat mulai digunakannya kondom. Kondom saat itu pun terbuat dari bermacam bahan, mulai dari usus hewan, tanduk hewan, kertas dari serat sutra yang diberi minyak, hingga kain linen yang direndam cairan kimia hingga mengering.

Sejarah pil KB

Baru sekitar tahun 1939, seorang aktivis perempuan Amerika bernama Margaret Sanger memimpikan ‘pil ajaib’ yang dapat menjadi pengendali kehamilan setelah melihat ibunya menderita TBC meninggal di usia 49 tahun, karena (menurutnya) mengalami tekanan setelah 18 kali hamil (7 di antaranya keguguran) dan harus merawat 11 orang anak.

Setelah ia menikah dan menjadi perawat, ia makin sering menyaksikan wanita yang bernasib sama dengan ibunya. Ini membuatnya makin bersemangat memperjuangkan hak-hak wanita (khususnya terkait seksualitas dan kontrasepsi) dengan cara menulis artikel, berdemonstrasi, mengunjungi negara Eropa untuk belajar tentang teknologi pengaturan kelahiran. Puncaknya, ia membuka klinik pengendalian kelahiran pertama di Amerika Serikat pada tahun 1914 yang membuatnya dipenjara. 

Pada saat itu, penggunaan alat kontrasepsi bagi perempuan erat berbenturan dengan berbagai hal, mulai dari dogma agama yang menganggap alat kontrasepsi menentang kodrat, paham politik, hingga isu rasisme karena ada yang menilai jika tidak punya uang banyak, baiknya jangan punya anak banyak-banyak. 

Pada tahun 1950, proyek yang dipimpin Sanger dimulai. Gregory Pincus dan John Rock melakukan penelitian tentang penggunaan hormon pada kontrasepsi hingga ditemukannya pil progesteron pada tahun 1951 di Meksiko. Pil yang diharapkan dapat menekan ovulasi pada perempuan itu kemudian mereka beri nama Enovid. Pada saat itu, Enovid mengandung 10 gram progestin dan 150 mg estrogen, jauh melebihi dosis pil KB pada saat ini yang hanya 50-150 mg progestin dan 20-50 mg estrogen.

Ini membuat sebagian wanita yang menjadi peserta uji klinis tahap pertama mengalami ffek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, yang membuat mereka memutuskan untuk berhenti mencoba pil tersebut. Pada dosis tersebut, risiko serangan jantung dan stroke pun meningkat. Sayangnya, dibutuhkan lebih dari satu dekade bagi para peneliti untuk menyadari bahwa tingginya dosis hormon buatanlah yang membuat efek samping pil KB tidak tertahankan, sementara pada dosis yang kecil pun pil KB sudah efektif mencegah kehamilan.

Tahap percobaan selanjutnya dilakukan terhadap 50 orang wanita di Massachusets. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan, namun FDA selaku otoritas tertinggi di bidang obat-obatan Amerika, tidak serta-merta memberikan izin karena masih ingin melihat efeknya secara jangka panjang. 

Setelah uji coba bertahun-tahun, akhirnya FDA menyetujui penggunaan obat ini. FDA memperbolehkan penggunaan Enovid pada dosis 10 miligram dan dosis yang lebih rendah, 5 miligram pil Enovid yang disetujui pada 1961. Kini, “pil ajaib” itu sudah dipakai lebih dari 150 juta perempuan di seluruh dunia.

Pertanyaannya, apakah pil KB modern masih memiliki efek samping seperti pil KB edisi pertama?

Sebagai alat kontrasepsi yang memengaruhi kadar hormon, memang ada beberapa efek samping yang mungkin saja terjadi dalam periode tertentu, khususnya di 3 bulan pertama, yaitu:

1. Bercak darah di antara periode menstruasi

Keluarnya flek (umumnya berwarna coklat) di antara siklus menstruasi adalah efek samping pil KB yang paling umum. Efek samping ini terjadi karena tubuh menyesuaikan dengan perubahan tingkat hormon, dan rahim juga menyesuaikan diri untuk memiliki lapisan yang lebih tipis. 

2. Mual

Beberapa wanita mengalami mual ringan saat pertama kali mengonsumsi pil, tapi efek samping ini biasanya bisa mereda. Mual bisa dicegah dengan meminum pil setelah makan atau sebelum tidur. Konsultasikan pada dokter jika rasa mual makin parah. 

3. Nyeri payudara

Pil KB juga seringkali menyebabkan payudara terasa lembut dan nyeri. Mengenakan bra yang sesuai dengan ukuran payudara bisa membantu mengurangi efek samping pil KB ini.

4. Sakit kepala dan migrain

Hormon yang terkandung dalam pil KB bisa menyebabkan atau meningkatkan frekuensi sakit kepala dan migrain. Hal ini karena perubahan hormon seks wanita (estrogen dan progesteron) bisa memicu migrain, meskipun tergantung dari dosis dan jenis pil. Misalnya, pil dosis rendah cenderung menyebabkan gejala tersebut.

5. Penambahan berat badan 

Pada kemasan pil KB, penambahan berat badan seringkali dicantumkan sebagai kemungkinan efek samping. Namun, belum ada penelitian yang membuktikan hal ini. Secara teori, pil KB bisa menyebabkan retensi cairan meningkat. Obat ini juga bisa menyebabkan peningkatan lemak atau massa otot. Namun, beberapa wanita malah melaporkan penurunan berat badan saat mengonsumsi pil tersebut. Jadi, belum bisa dipastikan apakah hormon dalam pil KB menyebabkan penambahan atau penurunan berat badan.

6. Perubahan mood

Hormon berperan penting dalam mengatur suasana hati dan emosi seseorang. Nah, mengonsumsi pil KB bisa memengaruhi kadar hormon dalam tubuh yang akhirnya menyebabkan kamu mengalami perubahan suasana hati.

7. Siklus terlewat

Minum pil KB bisa menyebabkan haid yang sangat ringan atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini disebabkan oleh hormon yang dikandung pil tersebut. 

Terlepas dari efek sampingnya, pil KB saat ini aman digunakan. Tetap ada risiko penyumbatan pembuluh darah, serangan jantung, naiknya tekanan darah pada wanita di atas usia 35 tahun dan wanita perokok.

Tenang saja, masih ada alat kontrasepsi lain, kok. Lihat pilihannya di sini.

 

Image by pvproductions on Freepik