“Bunga, Anak 12 Tahun Hamil 8 Bulan dalam Video Viral Tiktok dan Twitter”
“Bintang (nama samaran) 15 Tahun Ditangkap Polisi Akibat Aborsi”
“Matahari (nama samaran) Menelan Pahit Hukum Penjara Enam Bulan Akibat Menggugurkan Kandungan Hasil Perkosaan Kakak Kandungnya”
Bunga, Bintang, dan Matahari hanya sebagian dari ratusan kasus pelecehan seksual pada anak yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak selama 2022 hingga 20 September 2022, terdapat 17.150 kasus kekerasan dengan jumlah korban perempuan sebanyak 15.759 orang dan korban laki-laki sebanyak 2.729 orang. Jika kasus pelecehan seksual ini berujung kehamilan, bolehkah aborsi menjadi pilihan? Sebagai orang tua, apa yang harus kita lakukan?
Pahami bahwa jika ingin meneruskan kehamilan, kehamilan dini di usia belasan tahun sangat berisiko
Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, SpOG, menegaskan, kehamilan dini khususnya pada perempuan yang masih berusia belasan tahun amat tinggi risiko kematian baik pada ibu maupun bayi.
"Saran saya juga segera dibawa ke dokter untuk diukur bayinya seberapa, kemudian letak plasentanya di mana, ada gangguan pertumbuhan atau nggak. Jadi kelainan bisa dideteksi lebih dini," beber dr Hasto.
"Ini untuk mempersiapkan kelahiran besok tidak menimbulkan masalah baik untuk ibu dan bayi. Karena kita tahu morbiditas dan mortalitas pada kehamilan terlalu muda itu bahaya pada ibu maupun anak. Morbiditas maupun mortalitasnya tinggi," pungkasnya.
Jika tak ingin meneruskan kehamilan, aborsi bisa menjadi alternatif dengan syarat
Jalan alternatif adalah memasukkannya ke dalam RKUHP. Akan tetapi, Pasal 502-503 draf RKUHP 9 Juli 2019 ternyata tidak memasukkan perlindungan terhadap perempuan korban perkosaan. Perlindungan hukum hanya diberikan kepada dokter yang melakukan pengguguran kandungan (pasal 504).
Berdasarkan pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali:
a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(lihat Pasal 75 ayat 2 UU Kesehatan)
Namun, tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat 2 UU Kesehatan itu juga hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Selain itu, menurut pasal 76 UU Kesehatan, aborsi hanya dapat dilakukan:
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Laporkan! Tindakan perkosaan anak di bawah usia atas dasar apapun dianggap tindakan pidana. Sehingga akan ada sanksi ketat untuk tersangka. Dalam Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak ini diatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak dipidana penjara maksimal 15 tahun.
Ke mana harus melapor?
1. Polisi
Melalui Via Layanan Call Centre Polri 110. Masyarakat yang melakukan panggilan ke nomor akses 110 akan langsung terhubung ke agen yang akan memberikan layanan berupa informasi, pelaporan (kecelakaan, bencana, kerusuhan, dll) serta pengadian (penghinaan, ancaman, tindak kekerasan, dll)
2. Layanan Call Center SAPA 129
Layanan Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 adalah layanan kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan PT Telkom untuk mempermudah akses bagi korban dan pelapor dalam melakukan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta pendataan kasusnya.
3. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
LPSK hadir untuk memastikan perlindungan dan hak saksi serta korban untuk mengungkap kejahatan. Pengajuan perlindungan ke LPSK bisa melalui call center di nomor 148, whatsapp di nomor 085770010048 dan melalui akun media sosial LPSK.
4. Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan)
Kita bisa mengirimkan berkas pelaporan ke alamat surat elektronik Komnas Perempuan di pengaduan@komnasperempuan.go.id atau melaporkan secara langsung di media sosial Komnas Perempuan.
5. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Dengan mengisi berkas pada situs pengaduan@komnashm.go.id atau melakukan panggilan ke nomor 08111129129.
6. Puskesmas
Untuk yang berdomisili di DKI Jakarta terdapat tim KTPA (Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak) di tiap puskesmas. Korban bisa melapor ke puskesmas untuk kemudian diperiksa dan akan dilaporkan lagi ke P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak).
Jika korban masih anak-anak, bolehkan diwakilkan untuk melapor?
Menurut Hakim Konstitusi Saldi Isra, untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh korban anak di bawah umur, di samping dapat dilaporkan atau diadukan oleh anak (korban) tersebut, laporan atau pengaduan terhadap peristiwa pidana yang terjadi dapat pula dilakukan oleh orang tua, wali atau kuasanya.
Referensi: www.bbc.com, www.kemenpppa.go.id, www.mkri.id, www.nasional.tempo.co, www.metrotvnews.com