Pernikahan memang hari yang membahagiakan, namun tak jarang banyak yang malah “tumbang” menjelang hari H. Tak hanya sakit secara fisik, mengurus segala macam keperluan resepsi dari urusan vendor hingga beda keinginan antara orang tua dan keluarga calon suami bisa membuat stres.  Meskipun tampak wajar, stres menjelang pernikahan harus segera diatasi agar tidak menjalar ke hal-hal lain yang berpotensi mengganggu persiapan pernikahan. Tapi, sebelum membahas bagaimana cara mengatasi stres, pahami dulu seperti apa kondisinya. 

Menurut Patriavi N. Rathri MSc, MBPsS, konselor & Kalmselor KALM, stres menjelang pernikahan atau pre-wedding jitters adalah kondisi ketika calon pengantin merasa cemas dalam mempersiapkan acara pernikahan. Kondisi ini biasanya dialami oleh calon pengantin karena tak semua orang terbiasa mempersiapkan acara berskala besar yang dihadiri oleh banyak tamu undangan. 

Apa tanda munculnya stres menjelang pernikahan?

Ada beberapa tanda yang bisa kita amati, yaitu:

  • kehilangan atau meningkatnya nafsu makan
  • pola tidur yang berubah
  • kesulitan berkonsentrasi
  • tingkat kecerobohan yang meningkat
  • mudahnya merasa tersinggung dan marah karena hal-hal kecil 

Apakah stres ini berbahaya?

Tidak semua. Ada dua bentuk stress menjelang pernikahan, yaitu kecemasan positif dan kecemasan yang negatif. Kecemasan dengan tingkat yang wajar (kecemasan positif) sebetulnya bagus untuk mempersiapkan pernikahan sebaik-baiknya dan meningkatkan rasa syukur antarpasangan. 

Namun, jika kecemasan yang dirasakan cukup tinggi (kecemasan negatif), maka akan berdampak pada hubungan kedua calon pengantin, seperti munculnya konflik dengan pasangan, miskomunikasi dengan keluarga besar, bahkan munculnya gangguan psikologis. 

Gimana caranya agar stres menjelang pernikahan tidak memicu konflik dengan pasangan?

Tak bisa dipungkiri, menghadapi pernikahan, pasangan akan mungkin berhadapan dengan berbagai macam stressor yang dapat meningkatkan kecemasan. Sehingga, komunikasi yang kolaboratif dan asertif sangat diperlukan untuk meminimaslisir terjadinya konflik antar pasangan. 

Menurut John Gottman dan Nan Silver dalam buku The Seven Principles for Making Marriage Work, calon pengantin sebaiknya menggunakan I statement dibandingkan dengan you statement agar pasangan tidak defensif. 

Contoh I statement seperti, “Aku sedih, deh.. kamu enggak denger saran aku waktu milih dekorasi” alih-alih memakai you statement seperti “Kamu kenapa sih, enggak dengerin saran dekorasi dari aku?”. 

Pola komunikasi asertif ini akan membantu kita dalam menyampaikan keluh-kesah secara tepat dan menghilangkan kesan memojokkan pasangan. Pastikan juga untuk menyampaikannya dengan bahasa verbal dan bahasa non-verbal dengan lembut serta respectful seperti mengatakan tolong dan terima kasih.

Keluarga besar juga kadang bikin stres, gimana kalau pendapat mereka tak sejalan dengan kami?

Dalam kehidupan ini sangat normal terjadi pro kontra dalam pengambilan keputusan. Misal, saat keluarga pihak perempuan kontra dengan keluarga pihak laki-laki maupun sebaliknya, maka calon pengantin sebaiknya menerapkan active listening dan komunikasi asertif. 

Active listening ini bermanfaat untuk mengetahui sudut pandang dari pihak yang kontra dengan masukan dari pihak lain. Pada saat komunikasi berlangsung, kita bisa menunjukkan bahasa verbal seperti “ohh” atau “aku mengerti” serta bahasa non-verbal seperti anggukan kepala maupun senyuman. Selanjutnya, kita bisa lanjutkan pertanyaan terbuka dengan menggunakan kata “bagaimana” dan “apa” agar terciptanya komunikasi yang lebih kolaboratif dari kedua belah pihak. 

Komunikasi asertif menggunakan I statement juga sangat dianjurkan ya ketika ada gesekan pada kedua belah pihak. Selain itu, kamu juga dapat menyampaikan apa yang kita sukai dibandingkan apa yang tidak kita sukai. Contohnya, “aku lebih suka jika keluargamu menginap di hotel selesai acara” dibandingkan “aku gak suka kalau keluarga kamu tinggal di rumah kita setelah acara pernikahan”. Hal ini dilakukan agar percakapan lebih sopan dan tidak saling defensif. 

Kalau sumber stres adalah kita sendiri, bagaimana?

Jika kita merasakan kecemasan yang cukup tinggi maka melakukan teknik relaksasi dan mindfulness yang dapat membantu menurunkan perasaan tidak nyaman yang dirasakan. 

Caranya, tarik nafas dalam dari hidung dan hembuskan perlahan melalui mulut saat akan berbicara kepada pasangan agar lebih tenang saat berkomunikasi. 

Jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan badan dengan berolahraga  sebelum acara pernikahan untuk bantu melepaskan ketegangan. 

Masih butuh konsultasi atasi stres? Konseling dengan para kalmselor profesional untuk mengatasi pre-wedding jitters melalui aplikasi KALM bisa jadi pilihan. 

 

Photo created by benzoix - www.freepik.com