Sebagai pasangan muda, saya dan suami sangat bersyukur ketika akhirnya dikaruniai seorang anak. Pada saat itu, perhatian kami tercurah kepada bayi mungil kami.

 

Apalagi, saya masih nifas sehingga hubungan seksual masih belum menjadi rutinitas kami. Menjelang akhir masa nifas, saya mendapat pertanyaan dari ibu mertua tentang rencana ber-KB.

 

Saya dan suami memang sudah punya rencana untuk memiliki satu anak dulu, tetapi kami berdua belum memiliki informasi yang memadai mengenai jenis-jenis kontrasepsi.

 

Kebetulan, mertua saya adalah seorang bidan. Beliau pun menyarankan saya untuk memakai IUD jika tujuan kami adalah membatasi jumlah anak dalam jangka panjang.

 

Saya dan suami pun setuju. Saya tidak banyak pertimbangan karena banyak tante, budhe, termasuk ibu saya sendiri menggunakan IUD. Saya juga sudah pernah melihat bentuknya dan melihat iklannya di media cetak.

 

Saat hendak memasang IUD di dokter kandungan yang menangani kelahiran anak saya, ternyata kondisi rahim saya belum sepenuhnya kembali normal. Saya sempat dikuret untuk mengeluarkan sisa plasenta pada hari ketiga pasca persalinan.

 

Akhirnya, dokter menyarankan menggunakan implan. Saya sempat bertanya mengenai efektivitasnya, dan dokter menyatakan implan efektif untuk mencegah kehamilan. Saya dan suami pun tidak banyak protes karena saya percaya dokter pasti lebih tahu.

 

Sebelum implan dimasukkan ke lengan saya, dokter memperlihatkan wujudnya. Ternyata bentuknya kecil sekali, tidak sebesar yang saya bayangkan. 

 

Proses pemasangannya hanya 15 menit kalau tidak salah. Tidak ada rasa sakit karena sudah dibius lokal.

 

Akhirnya, implan pun terpasang di lengan bagian dalam untuk jangka waktu tiga tahun. Ketika  saya ungkapkan ke ibu mertua mengenai implan tersebut, beliau sedikit kaget. 

 

 “Siap-siap cadangan susu formula ya, Mbak. Implan itu bisa menghambat produksi ASI.”

 

Saran beliau jelas membuat saya yang memang berencana memberikan ASI eksklusif menjadi kuatir. Tetapi, suami langsung menenangkan dan meminta saya untuk menjalani dulu rencana saya untuk memberikan ASI eksklusif.

 

Apakah ASI saya kemudian berkurang? Alhamdulillah tidak. Saya bisa memberikan ASI kepada anak pertama saya hingga usianya dua setengah tahun. Bahkan, saat pemberian ASI eksklusif pun, ASI saya termasuk deras hingga breast pad menjadi senjata andalan saya agar ASI tidak merembes sampai ke baju. 

 

Yang menarik, tetangga-tetangga saya takjub mendengar cerita saya tentang implan. Pilihan ini termasuk langka bagi mereka.

 

Bisa jadi karena informasi yang mereka dapatkan minim, atau harganya yang sedikit diatas IUD. Mereka pun penasaran bagaimana wujudnya, hingga lengan saya pun diraba-raba oleh para ibu, hahaha..

 

Salah satu perubahan yang saya alami hanyalah tidak munculnya menstruasi. Selama dua setengah tahun menggunakan implan, saya tidak pernah mengalami menstruasi.

 

Ini wajar, karena menstruasi itu sendiri adalah salah satu indikasi kesuburan wanita, dan memang cara kerja implan adalah mempengaruhi hormon agar tidak subur, sehingga wajar jika terkadang menstruasi yang dialami pengguna implan hanya berupa bercak saja dan jarang, malah terkadang tidak terjadi menstruasi sama sekali seperti kasus saya.

 

Lantas, apakah ini mempengaruhi kesuburan saya setelah melepas implan? Apakah ketidaksuburan ini permanen?

 

Ternyata tidak. Satu bulan setelah implan dikeluarkan oleh dokter kandungan, saya kembali mendapatkan tamu bulanan.

 

Satu bulan kemudian, saya dinyatakan hamil anak kedua. Tentu saja saya dan suami merasa sangat senang. Keluarga kecil kami bahagia sesuai rencana.