“Saya sudah ada firasat kematian, salah satunya lewat anak. Dia kirim gambar saya, ada pistolnya dan percikan api serta tulisan RIP,” ujar Marshanda dalam podcast Denny Sumargo. Cerita Marshanda ini seolah menyadarkan kita bahwa anak perlu tahu tentang apa itu kematian, agar kelak mereka lebih siap saat orang terdekat mereka berpulang. Namun, bagaimana caranya?

Mulai dari hal kecil di sekelilingnya

"Misalnya, tanaman atau binatang peliharaan yang mati. Jelaskan bahwa semua mahluk hidup di dunia ini pasti akan mati dan tak akan kembali. Tak terkecuali manusia. ujar Ashleigh Schopen, Certified Child Life Specialist di Children’s Hospital of Philadelphia.

“Semakin sering kita membahasnya akan semakin berkurang rasa takut dan kebingungan pada anak sehingga ketika terjadi pada keluarga terdekatnya, ia lebih mudah memahami,” lanjut Schopen.

Baca: Mengenal 5 Tahapan Berduka

Jelaskan kematian apa adanya, bukan perumpamaan

“Ia ada di tempat yang lebih baik,” adalah contoh kalimat yang perlu kita hindari. Kenapa? Karena justru akan membingungkan untuk anak. Alih-alih, ajak anak ke tempat yang nyaman, di waktu yang tenang, lalu jelaskan perlahan. 

“Nenek meninggal, kalau seseorang wafat tubuhnya sudah tidak berfungsi lagi. Ia tak lagi bisa bernafas, berjalan, atau melakukan hal yang lain. Ketika ini terjadi, kita harus menguburnya dan tak bisa bertemu lagi,” 

Jika anak membalas dengan pertanyaan seperti ke mana nenek pergi? Kenapa kita perlu menguburnya dan apa yang terjadi setelah itu? Jelaskan dengan keyakinan dan agama kita. Tak perlu harus langsung dimengerti. Setidaknya, ia punya jawaban akan kekhawatiranya. 

“Mungkin anak kecil pun tak menangis ketika kehilangan, karena ia tak punya level emosi yang sama seperti orang dewasa karena ia belum sepenuhnya paham konsep kematian,” ujar Psikolog Eileen Kennedy-Moore, Ph.D. 

Katakan, ini bukan salahnya 

Pastikan juga anak paham, bahwa ini bukan salahnya. Anak kecil cenderung berpikir dunia hanya berputar di sekelilingnya, sehingga apabila ada sesuatu yang buruk terjadi ia cenderung menyalahkan dirinya. Apalagi, jika ia baru saja berbuat sesuatu yang mungkin menyakiti. 

Jangan memberikan pesan yang salah 

Beberapa kalimat ini, seringkali terucap tapi justru membuat anak salah paham.

1. “Ayah hanya tidur, tapi enggak bangun lagi” 

Kecuali kita mau anak jadi menghindari tidur di sisa usianya, hindari menghubungkan tidur dengan kematian. 

2. “Tuhan butuh nenek bersamaNya.” 

Hubungan dengan Tuhan memang menenangkan, tapi jika kalimatnya salah bisa berimbas anak menjadi takut berbuat baik karena Tuhan akan mengambilnya (seperti Ia mengambil nenek karena menjadi orang yang baik). Alih-alih, kalimat seperti “Nenek sudah dijaga Tuhan sekarang” bisa menjadi pilihan. 

3. “Tak usah ditangisi, kematian adalah hal yang wajar.” 

Ya, kematian memang hal yang pasti terjadi, tapi kita tak boleh menahan emosi anak. Apapun itu. Biarkan ia mengekspresikan rasa, lebih baik lagi berdukalah bersamanya.