Kemalangan bisa terjadi, musibah seperti kematian adalah hal yang tak bisa kita hindari. Siap tak siap, kita atau keluarga akan dipanggil olehNya dengan waktu yang tak tentu - tua maupun muda. Menilik kisah Mona Ratuliu, yang ditinggal oleh kakak iparnya yang baru saja melahirkan bayi lelaki. Kini, Mona menjadi ibu susu dari keponakannya walau tak merawat sepenuhnya di tangannya. Kondisi yang dialami Mona, bisa jadi terjadi pula pada kehidupan kita. Bagaimana jika ternyata, adik atau kakak kita meninggal dunia dan meninggalkan anak yang butuh uluran bantuan kita – sepenuhnya. Mengejutkan, sudah pasti. Apalagi jika saudara kita meninggalkan bayi yang perlu dirawat segera.
Bagaimana ya, menghadapi kondisi ini?
Menurut Inti Nusaida Awaningrum, M. Psi, Psikolog., dari Insight Psikologi, kita perlu tenang untuk memutuskan atau menentukan pilihan ke depan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah komunikasi pada pasangan dan keluarga terdekat apa langkah selanjutnya untuk merawat keponakan.
Jika masih ada orang tua, dampingi mereka dalam menjalani masa dukanya dan tawarkan bantuan secara langsung. Buat kesepakatan, sejauh mana kita bisa membantu merawat keponakan tersebut.
Bagaimana cara bicara dengan pasangan, jika kita berniat untuk merawat?
Perlu dipahami, ini harus menjadi keputusan bersama. Jadi, sebelum memutuskan apapun, diskusi dengan pasangan mengenai niat kita merawat keponakan. Berikan kesempatan pada pasangan untuk mengungkapkan pendapatnya, menyampaikan kesiapan dan kekhawatirannya. Sepakati sejauh mana kita bisa membantu bersama-sama dan pastikan kita mendapat dukungan penuh dari pasangan.
Beberapa hal ini bisa jadi bahan diskusi dengan pasangan sebelum memutuskan untuk merawat keponakan :
1. Apa sih tujuan kita merawatnya?
Perlu ada persepsi yang positif bahwa merawat keponakan bukan “mengambil” atau “memungut” anak seperti istilah yang banyak digunakan di masyarakat. Kita perlu niat yang tulus untuk bertanggung jawab penuh terhadap kehidupan anak hingga ia dewasa dan siap untuk hidup sendiri.
2. Bagaimana komitmen kita dan pasangan?
Merawat keponakan tak berbeda dengan melahirkan bayi dalam kandungan. Kehidupan ke depannya, akan fokus pada kehidupan sang anak. Semua aktivitas akan selalu disertai dengan pertimbangan yang menyesuaikan pada proses tumbuh kembang anak tersebut.
3. Mampukah kita secara lahir dan batin?
Kesiapan baik secara psikologis, fisik, maupun finansial sangat dibutuhkan untuk merawat keponakan. Layaknya memiliki anak (lagi), kita perlu persiapan ilmu parenting yang sesuai, kondisi kesehatan yang mumpuni untuk merawat, hingga kemampuan finansial untuk membesarkannya hingga dewasa nanti.
Kalau kita sudah punya anak, gimana menjelaskannya pada anak kita?
Komunikasikan sesuai usianya bahwa kita akan menambah anggota keluarga layaknya saudara kandung. Jika usianya sudah cukup matang, kita bisa mengajaknya berdiskusi dan mendengar pendapat serta responnya terhadap keputusan yang akan kita ambil. Terpenting, tunjukkan dalam ucapan maupun perbuatan bahwa hadirnya anggota keluarga baru tidak akan mengurangi rasa sayang kita terhadap mereka.
Ternyata, salah satu anggota keluarga tak nyaman dengan keputusan ini. Harus bagaimana?
Lagi-lagi komunikasi adalah kunci, berikan kesempatan mereka untuk menjelaskan apa yang membuat mereka tak nyaman dan apa yang bisa diupayakan supaya kondisi tersebut bisa diminimalisir.
Jelaskan pula bahwa ini bukan kondisi yang mudah, dan semua butuh waktu untuk bisa memahami, menerima, dan menyesuaikan diri.
Jangan memaksakan interaksi, tapi berikan banyak waktu untuk melakukan kegiatan bersama sehingga kedekatan bisa muncul seiring berjalannya waktu.
Belum menemukan jawaban dan solusi akan kondisi ini? Jangan segan untuk berbicara dengan tenaga ahli atau konselor agar semua pihak bisa merasa nyaman dalam menghadapi kondisi yang tidak nyaman ini, ya!
Jika ingin berkonsultasi dengan psikolog/konselor secara online, kunjungi website Insight Psikologi.
Artikel terkait:
- Punya Keluarga Besar atau Keluarga Kecil? Ini yang Perlu Dipertimbangkan
- Sukses Tidaknya Menyusui Tak Hanya Tanggung Jawab Ibu, Lho!
- Kisah Nyata Seorang Ayah Tunggal
- Masalah Kesehatan Wanita Usia 30-an
Photo taken from tribunnews.com