Pada beberapa suku maupun keluarga besar, tradisi mencarikan jodoh untuk anak dari kalangan keluarga sendiri masih sering dijumpai. “Kamu harus nikah sama orang yang sesuku sama kita ya,” atau “Dek, anaknya Om x itu juga belum nikah lho, mau enggak Mama atur waktu untuk kita main ke rumahnya?” bisa menjadi kalimat pembuka yang berujung pada pernikahan saudara. Meskipun bisa menghindari “beli kucing dalam karung” karena sudah jelas asal usul dari calon kita, namun pernikahan saudara ternyata ada risikonya secara medis.
Apa risikonya?
Sebelum membahas risikonya, kita perlu tahu dulu seberapa dekat hubungan kekerabatan antarsaudara yang memiliki risiko medis.
Jadi, pernikahan saudara adalah jenis pernikahan antar keluarga, yang didefinisikan sebagai pernikahan antara dua individu sedarah yang merupakan sepupu kedua atau lebih dekat.
Nah, ternyata hubungan sepupu itu ada derajatnya, yaitu:
• Sepupu pertama: anak dari tante atau om kita (anak dari saudara kandung orang tua kita)
• Sepupu kedua: anak dari sepupu orang tua kita
Di Indonesia, pernikahan antarsepupu memang tidak dilarang. Namun, hukum kita melarang pernikahan saudara yang lebih dekat daripada sepupu.
Pasal 8 huruf b pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan, “Perkawinan dilarang antara dua orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan seorang saudara orang tua, dan antara seorang dengan saudara neneknya”.
Saudara yang dimaksud dalam UU tersebut adalah saudara kandung. Garis keturunan menyamping adalah saudara kandung, termasuk menikahi saudara kandung orang tua, dan saudara kandung sang nenek.
Mengapa hal ini dilarang?
Ini berakar pada genetika, saudara dekat yang menikah satu sama lain lebih mungkin untuk memiliki anak dengan penyakit atau masalah lain. Pada pernikahan saudara, keturunan dari pernikahan saudara dapat mengalami:
- peningkatan risiko kelainan genetik,
- anomali kongenital (kondisi tidak normal yang terjadi pada masa perkembangan janin), dan
- kematian anak usia dini.
Menurut Buku Pegangan Genetika Klinis, anak-anak dari pasangan yang tidak memiliki hubungan keluarga memiliki peluang 2-3% untuk dilahirkan dengan cacat lahir, dan anak-anak dari sepupu pertama memiliki peluang 4-6%. Ini bukan peluang besar, namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa ketika kita menikah dengan saudara sepupu, kita termasuk di dalam persentase tersebut.
Menikah dengan sepupu juga bisa membawa risiko gangguan kekebalan tubuh pada anak hasil perkawinan, mulai dari lebih rentan terkena infeksi hingga penyakit autoimun.
Tak hanya gangguan fisik, pernikahan sepupu juga membuat anak nantinya berisiko terkena gangguan kesehatan mental seperti mudah cemas, depresi, gangguan mood, juga psikosis (tak bisa membedakan imajinasi dan kenyataan).
Meskipun demikian, pernikahan saudara (seperti dengan sepupu maupun yang lebih jauh lagi) masih banyak dilakukan, bahkan 1 miliar orang di seluruh dunia tinggal di negara-negara di mana pernikahan di antara kerabat adalah hal biasa. Dari satu miliar ini, 1 dari 3 menikah dengan sepupu kedua atau kerabat dekat, atau merupakan keturunan dari pernikahan semacam itu.
Alasannya, antara lain:
- Mempertahankan solidaritas garis keturunan keluarga
- Relatif mudahnya pasangan dalam menemukan pasangan yang cocok
- Meningkatkan hubungan dengan mertua
- Menurunkan biaya pernikahan
- Meningkatkan kemungkinan mendapatkan perawatan yang lebih baik untuk orang-orang di usia tua
- Stabilitas hubungan pernikahan yang lebih baik
Bagaimana jika hubungan terlanjur serius?
Lakukan pemeriksaan kesehatan pranikah. Salah satu sesi pada pemeriksaan kesehatan pranikah di puskesmas adalah konseling dengan tenaga kesehatan. Pada sesi ini kita bisa bertanya apa saja risiko yang bisa terjadi bila melakukan pernikahan saudara.
Jadi, bagi kita yang ingin sudah serius dengan calon pasangan, pastikan dulu ya asal usul keluarganya. Siapa tahu, ternyata orang tua maupun kakek nenek kita masih ada hubungan kekerabatan yang cukup dekat dengan keluarganya. Namun, bagi kita yang memang mempunyai adat tradisi pernikahan saudara, pastikan kita dan calon pasangan tak melewatkan cek kesehatan pranikah, khususnya untuk persiapan kehamilan nanti.
Artikel terkait:
- Non-Invasive Prenatal Testing untuk Deteksi Cacat Janin
- Bayi Terdeteksi Cacat, Haruskah Digugurkan?
- Ini Kenapa Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Penting untuk Calon Pengantin
- 10 Hal yang Perlu Kita Tahu dari Pasangan Sebelum Menikah
Photo created by asier_relampagoestudio - www.freepik.com