Sejumlah artis mancanegara memiliki keturunan tanpa mengandung terlebih dahulu, sebut saja Kim Kardashian, Nicole Kidman, hingga yang terbaru Priyanka Chopra. Mereka meminjam rahim wanita lain untuk mengandung anak mereka, yang sering disebut dengan istilah surrogate mother. Kita bisa saja menduga bahwa alasan mereka melakukannya karena tak ingin bentuk tubuh mereka berubah. Tapi ternyata, sejumlah alasan medis bisa mendorong pasangan untuk memutuskan menggunakan jasa surrogate mother.
Apa itu surrogate mother?
Surrogate mother atau ibu pengganti adalah seorang perempuan yang melakukan perjanjian dengan pihak lain (biasanya pasangan suami istri) untuk menjadi hamil setelah dimasukkannya penyatuan sperma dan ovum pasangan tersebut yang dilakukan di luar rahim (in vitro fertilization) sampai melahirkan. Kemudian, bayi tersebut diserahkan kepada pihak suami istri dengan mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati. Lebih mudahnya, ibu pengganti meminjamkan rahim untuk membantu pasangan suami istri mendapatkan keturunan.
Nah, surrogate mother ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Traditional surrogate atau pengganti tradisional
Metode ini adalah metode di mana si ibu pengganti melakukan inseminasi buatan dengan sperma sang ayah. Kemudian, ibu pengganti akan hamil dan melahirkan, kemudian menyerahkan anak tersebut kepada pasangan suami istri tersebut.
Dengan demikian, surrogate mother tipe ini sebenarnya merupakan ibu kandung bayi tersebut, karena sel telur yang dibuahi oleh sperma si ayah adalah sel telurnya sendiri.
2. Gestational surrogates atau pengganti kehamilan
Berbeda dengan metode tradisional, gestational surrogates atau pengganti kehamilan ini adalah sebuah teknik yang disebut fertilisasi in vitro (IVF). Yang artinya, sel telur si ibu dan sperma si bapak, akan dipertemukan di laboratorium. Kemudian, embrio yang sudah jadi akan ditempatkan ke dalam rahim surrogate mother.
Baca: Yuk, Mengenal IVF
Nah, terlihat kan bedanya. Pada metode ini, ibu kandungnya adalah si ibu yang memberikan sel telurnya. Sehingga, secara genetik anak tersebut akan mengikuti si ibu dan si ayah.
Apa alasan pasangan melakukan metode surrogate mother?
Ini adalah beberapa alasan mengapa seseorang mau melakukan surrogate mother:
- Masalah medis dengan rahim
- Telah menjalani histerektomi atau proses pengangkatan rahim
- Kondisi yang membuat kehamilan tidak mungkin atau berisiko, seperti penyakit jantung
- Ketika gagal dengan teknik lain seperti inseminasi buatan atau bayi tabung
- Masalah infertilitas yang mencegah pasangan untuk hamil atau tetap hamil, seperti keguguran berulang
Baca: Ini Beda Inseminasi Buatan dan Bayi Tabung
Serumit apa prosesnya?
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan:
a. Menentukan siapa ibu pengganti yang diyakini akan mengandung dengan baik (memenuhi syarat).
b. Membuat kontrak hukum antara ibu pengganti dengan pasangan suami istri
c. Ikuti proses pengambilan telur (jika menggunakan telur ibu yang dituju) atau dapatkan telur donor. Setelah itu, pembuahan dilakuakan dengan sperma suami di dalam laboratorium.
d. Transfer embrio ke dalam rahim ibu pengganti dan kehamilan pun akan terjadi sampai bayi dilahirkan.
e. Saat anak lahir, maka pada saat itu orang tua yang dituju akan memperoleh hak asuh penuh sebagaimana digariskan dalam kontrak yang sah.
Apa syarat menjadi surrogate mother?
Yang tak kalah penting adalah menetapkan siapa surrogate mother-nya. Sebab, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses selanjutnya. Karenanya, ada syarat yang sebaiknya dipenuhi oleh seorang ibu pengganti:
- Berusia minimal 21 tahun
- Telah melahirkan setidaknya satu bayi yang sehat sehingga mereka memahami secara langsung risiko medis kehamilan dan persalinan dan masalah emosional dari ikatan dengan bayi yang baru lahir
- Telah lulus pemeriksaan psikologis oleh profesional kesehatan mental untuk mengungkap masalah apa pun dengan melepaskan bayi setelah lahir
- Menandatangani kontrak tentang peran dan tanggung jawab mereka dalam kehamilan, seperti perawatan prenatal dan setuju untuk memberi kita bayi setelah lahir.
- American Society for Reproductive Medicine mengatakan surrogate mother harus menjalani pemeriksaan medis untuk memeriksa kemungkinan mereka memiliki kehamilan yang sehat dan cukup bulan. Organisasi tersebut menyarankan mereka mendapatkan tes yang memeriksa penyakit menular seperti sifilis, gonore, klamidia, HIV, cytomegalovirus, dan hepatitis B dan C.
Lalu, bagaimana dengan ASI?
Salah satu yang masih diperdebatkan adalah menghilangkan hak anak untuk mendapatkan ASI dari surrogate mother. Tidak menutup kemungkinan bahwa sesaat setelah bayi lahir, maka bayi akan diberikan, dirawat, dan dibesarkan oleh pasangan suami istri tersebut. Ya, pastinya mereka tidak mempunyai ASI, padahal ASI itu merupakan hak seorang bayi yang baru lahir.
Lalu, bagaimana? Sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan dengan tetap memberikan ASI pada bayi tersebut dengan cara ASI Perah (ASIP). ASIP ini secara rutin diberikan surrogate mother, di mana dialah yang memiliki ASI secara alami yang didapatkan saat proses kehamilan. Sehingga, bayi pun tetap mendapatkan haknya untuk mengonsumsi ASI.
Apakah ada surrogate mother di Indonesia?
Di Amerika Serikat sudah sekitar 750 bayi lahir setiap tahun menggunakan gestational surrogacy. Sayangnya, pemerintah Indonesia telah melarang hal ini karena undang-undang menyatakan bahwa kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah. Penjelasan di dalamnya juga merinci tentang hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari ovum berasal, tentunya harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan fasilitas yang memadai. Nah, bila melihat dari hukum ini jelas dikatakan bahwa sperma dan ovum yang dipertemukan, harus ditanamkan pada rahim si istri, sangat kontras dengan proses surrogate mother.
Bagaimanapun, kita tak pernah tahu kondisi apa yang menyebabkan sepasang suami istri yang ingin memiliki anak namun tak bisa. Tetap berjuang ya, bagi para pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak.
Photo created by freepik - www.freepik.com