“Ma, perut aku sakit, tadi aku mencret. Pas di sekolah aku nyobain minum susu kedelai, sebelumnya kan aku enggak pernah, tapi pengen. Eh terus, habis itu sakit perutnya..” Pernahkah kita berada di posisi seperti ini? Tetiba anak mengeluhkan sakit perut dan diare setelah mencoba minuman atau makanan baru. Padahal, anak tak punya alergi terhadap susu. Hmm, mungkin saja ia mengalami intoleransi makanan.

Apa itu alergi makanan dan intoleransi makanan?

Reaksi fisik terhadap makanan tertentu sering terjadi, tetapi sebagian besar disebabkan oleh intoleransi makanan daripada alergi makanan. Intoleransi makanan dapat menyebabkan beberapa tanda dan gejala yang sama dengan alergi makanan, sehingga kejadian ini sering disamakan. 

Alergi makanan menyebabkan respons sistem kekebalan tubuh, yang menimbulkan gejala pada anak mulai dari rasa tidak nyaman hingga yang berpotensi mengancam jiwa. 

Sedangkan, intoleransi makanan disebabkan karena sulitnya makanan dicerna dalam saluran pencernaan. Hal ini tidak memengaruhi sistem kekebalan tubuh, meskipun beberapa gejala mungkin sama seperti pada alergi makanan. 

Singkatnya, alergi makanan terkait dengan sistem kekebalan tubuh, sedangkan intoleransi ini masalahnya ada di saluran pencernaan. Jangan salah lagi yaa.. 

Apa penyebab alergi dan intoleransi?

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa telur, susu, kacang tanah, gandum, kedelai, dan kacang adalah penyebab paling umum alergi (sering disebut alergen) makanan pada anak-anak. Kacang tanah, ikan, dan kerang biasanya menyebabkan reaksi yang parah.

Namun, sebelum mengalami reaksi alergi makanan, anak yang alergi harus pernah terpapar alergen minimal satu kali sebelumnya, atau bisa juga terpapar alergen melalui ASI (lewat makanan/minuman yang dikonsumsi ibu). Nah, ketika suatu hari anak makan kembali makanan yang membuat alergi atau mengandung alergen, pada saat itulah sistem kekebalan tubuh akan bereaksi dan merespon alergi. 

Respon ini akan menyebabkan anak mengalami gejala alergi seperti gatal-gatal di kulit, gatal di mulut, mual, muntah, sakit perut, diare, bahkan bisa juga sampai sesak napas.

Sementara itu, intoleransi umumnya disebabkan oleh kondisi medis (kekurangn enzim) maupun zat tertentu yang ada dalam makanan, seperti 

-salisilat pada buah, sayur, rempah, 

-amina pada keju

-kafein pada kopi, teh, cokelat

-histamin pada ikan yang tak disimpan dengan baik,

-aflatoksin pada kacang tanah, singkong, jahe yang diolah kurang matang.

Anak bisa mengalami kembung, migrain, sakit kepala, batuk, hidung meler, sakit perut, diare, kulit kemerahan dan gatal.

Bagaimana cara membedakan alergi dan intoleransi?

Untuk mengetahui apakah kita alergi atau intoleransi makanan, kita dapat mencoba tips ini. Bila sebelumnya makan sesuatu dan muncul gejala alergi seperti gatal-gatal, kita bisa coba dalam porsi yang sedikit. 

Bila dalam porsi sedikit tidak menimbulkan gejala, maka mungkin kita hanya intoleransi makanan saja. Jika terjadi intoleransi, reaksi dapat muncul hingga 48 jam setelah konsumsi.

Tapi, bila makan sedikit saja timbul gejala, maka kemungkinan besar kita alergi terhadap makanan tersebut. 

Sederhana kan? Bisa dicoba ya tips ini, tapi hati-hati dengan reaksi alergi yang akan terjadi bila kita benar-benar mempunyai alergi.

Kejadian alergi akan dirasakan terus menerus dan tidak akan hilang, bahkan sampai dewasa pun alergi makanan ini akan tetap ada. Namun, ada yang menyatakan bahwa alergi ini akan menghilang saat usia 3-4 tahun dan berubah menjadi intoleransi makanan. 

Jadi, informasikan dengan baik kepada anak kita supaya paham dan menghindari makanan yang menyebabkan alergi.

Bisakah diobati?

Tidak ada obat untuk mencegah alergi dan intoleransi makanan. Tujuan pengobatan adalah untuk menghindari makanan atau alergen yang menyebabkan alergi. Begitu pula intoleransi makanan. Yang bisa diobati adalah gejalanya, seperti mual dan diarenya. 

Namun, bila akhirnya alergi terjadi dan gejalanya sangat mengganggu, konsultasikan pada dokter.

 

Photo created by karlyukav - www.freepik.com