Berbicara soal menstruasi dengan anak perempuan yang hampir puber maupun baru saja puber memang biasanya jadi “tugas” ibu. Lebih mudah untuk menyampaikan, karena sudah tentu ibu pernah mengalaminya. Lain halnya saat ayah yang harus menyampaikan. Ayah mungkin merasa kagok, bingung, entah mau mulai dari mana. Pengalaman saja enggak ada, mau ngobrolin apa? Bisa dipahami, kok. Tapi, jangan jadikan ini alasan untuk menghindar. Karena bisa saja, saat anak “dapet” pertama kali, ayah yang ada di sampingnya.

Ayah, percakapan ini tak hanya semata-mata hanya untuk perempuan 

Ingatkah Ayah, betapa tak nyamannya saat mengalami masa puber dulu? Itu pula yang dialami anak perempuan Ayah saat ini, hanya saja sedikit lebih kompleks dengan datangnya menstruasi dan pembalut dan PMS (pre-menstrual syndrome) dan takut tembus. Ia sedang butuh didengar dan dimengerti. Momen ini justru bisa dimanfaatkan oleh Ayah untuk bicara dari hati ke hati. Bukan sekadar menjelaskan bagaimana darah menstruasi tiba-tiba mampir, tapi juga rasa yang “beda” pada lawan jenis dan apa yang mungkin terjadi jika interaksinya dengan laki-laki melewati batas. Makanya, jangan buru-buru melimpahkan kesempatan ini pada istri atau kerabat perempuan lain, ya. Karena, Ayah pasti bisa melakukannya! 

Bicara sedini mungkin akan lebih baik 

“Anak saya bertanya soal menstruasi waktu usianya masih 6 tahun. Ia lihat pembalut ibunya di kamar mandi lalu bertanya itu untuk apa? Saya jawab dengan santai, perempuan kalau sudah dewasa akan keluar darah tiap bulannya. Pembalut itu dipakai supaya darahnya tidak bocor. Ketika itu ia cuma mengangguk pelan mungkin belum terlalu paham. Begitu ia merasakan sendiri menstruasi pertamanya, paling tidak ia enggak kaget.” ujar Sakil, 40 tahun ayah dari Samira 18 tahun. Jadi, penting buat Ayah gali informasi walau anak masih jauh dari puber. 

Baca: Yang Wajib Orang Tua Jelaskan Saat Anak Menstruasi Pertama

Kalau anak masih malu, sediakan informasi di dekatnya

Ada banyak buku tentang pubertas dan menstruasi. Pilih yang mudah dipahami dan mencakup semuanya. Tinggalkan di kamarnya dengan secarik kertas di atasnya, “Kalau kamu mau ngobrol tentang ini sama Ayah, kasitau Ayah ya!” 

Jawab pertanyaan secara akurat, dengan bahasa yang ia pahami

Ananda perlu tahu apa yang terjadi pada tubuhnya dan bagaimana sistem reproduksinya. Jelaskan sesuai faktanya, sederhanakan penjelasan jika anak masih belum paham. Namun, jangan ubah nama ilmiah alat kelamin, ya. Ini akan melanggengkan budaya bahwa pubertas dan seksualitas adalah hal tabu.

Baca: Ternyata, Pendidikan Seks Bukan Semata tentang Hubungan Seks

Temukan waktu yang tepat untuk berbicara 

Jangan paksa bicara kalau situasinya lagi tidak mendukung. Lagi di jalan, misalnya. Atau, saat kita lagi tak bisa sepenuhnya fokus. Cari waktu nyaman untuk bicara bersama, dan pusatkan perhatian padanya. 

“Ayah bukan ahlinya, tapi Ayah coba jawab semampu Ayah” 

Kalau ada pertanyaan yang kita tak bisa jawab, tak mengapa. Ajak Ananda untuk mencari informasinya bersama-sama. Yang penting, beri sinyal bahwa kita akan berusaha yang terbaik untuknya. 

Bagaimana, masih deg-degan? Tak apa, Ayah. Tetaplah menjalin kedekatan dengan anak perempuan, menjadi pendengar yang baik sekaligus teman bermain yang seru. Ketika ia nyaman dengan kita, ia pun akan lebih santai bertanya apapun. 

Masih bingung harus mulai dari mana? Tenang, semua dibahas tuntas di e-book 1001 Cara Bicara Orang Tua dengan Remaja. Unduh di sini.

 

Photo created by freepik - www.freepik.com