Apa yang paling khas dari kebiasaan makan orang Indonesia? Betul, lauk yang serba digoreng renyah. Lebih renyah lagi jika ditambah dengan tepung, nyamm… Dipadukan dengan nasi panas dan sayur, sudah cukup menggugah selera. Dilihat dari komposisinya pun sudah cukup sehat karena mengandung karbohidrat, lauk, sayur. Ini pula yang diwariskan orang tua ke anak-anaknya hingga rasanya kurang mantap kalau lauknya tidak digoreng. Padahal, membiasakan anak untuk makan gorengan bisa menjadi bencana di masa depan.
Bahayanya menggoreng lauk
Umumnya, teknik menggoreng di Indonesia adalah deep fried, yaitu lauk tercelup hampir seluruhnya ke dalam minyak goreng. Saat anak mulai makan makanan keluarga atau usia 1 tahun, ia juga kemungkinan besar mulai mengenal gorengan yang disajikan dalam menu keluarga. Bagi anak maupun bagi orang dewasa, makanan yang digoreng memiliki sejumlah kerugian, seperti:
1. Menghilangkan kandungan nutrisi
Kita menyajikan ikan kembung yang kaya akan omega-3 pada anak dengan cara menggorengnya. Ternyata, menurut penelitian hal ini bisa menghilangkan 70%-85% kandungan EPA dan DHA omega-3 yang ada didalamnya. Sayang sekali bukan? Memasaknya dalam bentuk sup atau memanggangnya lebih mampu mempertahankan nutrisi dalam ikan.
2. Menambah kalori
Kalori dibutuhkan tubuh sebagai sumber energi. Menggoreng lauk ternyata menambah jumlah kalori pada makanan tersebut. Dikutip dari Healthline, saat makanan digoreng maka ia akan melepaskan air dan menyerap minyak, yang membuat kalorinya bertambah. Misal, 100 gram kentang panggang hanya mengandung 93 kalori, dan 0 gram lemak. Tapi, ketika digoreng, kalorinya menjadi 319 gram dan lemaknya menjadi 17 gram. Kalori ini berbahaya jika berlebih di dalam tubuh, karena akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh dan menyebabkan kegemukan hingga obesitas. Apalagi, jika aktivitas fisiknya rendah.
Baca: Obesitas pada Anak Balita, Apa Indikatornya?
3. Menambah jumlah lemak trans (trans fat) dalam tubuh
Kentang yang digoreng pada contoh sebelumnya mengandung 17 gram lemak, padahal sebelumnya 0 gram. Lemak ini adalah lemak trans, dihasilkan dari minyak yang dipanaskan dengan suhu tinggi. Nah, lemak trans ini sulit dipecah sehingga membahayakan tubuh, seperti meningkatkan risiko penyakit jantung, hipertensi, obesitas, dan diabetes. Yang lebih fatal lagi, trans fat kalau dipanaskan berulang, kadar lemak jenuhnya bertambah! Hayo, siapa yang suka pakai minyak jelantah untuk menggoreng?
4. Berpotensi menyebabkan kanker
Produk hewani ketika digoreng akan menghasilkan senyawa yang tak diinginkan seperti polisiklik aromatik hidrokarbon dan amines, sementara produk nabati jika digoreng akan menghasilkan akrilamida. Keduanya jika dikonsumsi secara jangka panjang bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker.
Baca: Bagaimana Kanker Bisa Muncul?
Lalu, kalau tidak digoreng, lauknya diapakan donk?
Masih banyak lho, teknik memasak yang tidak membahayakan masa depan kita dan anak, tapi masih ramah di lidah. Asalkan, kita memang niat untuk berubah lebih sehat.
Menumis bisa menjadi alternatif yang paling mudah karena masih menggunakan minyak namun lebih sedikit. Merebus lauk dan menyajikannya dalam bentuk sop, soto, semur, sup ikan, atau telur rebus juga tak kalah menggugah selera. Mengukus termasuk teknik yang bisa diandalkan untuk mempertahankan kandungan nutrisi, daging pun akan terasa lebih empuk. Membumbui lalu merebus hingga bumbu meresap (ungkep) juga bisa dilakukan. Dipanggang setelahnya atau langsung disantap, dua-duanya nikmat.
Masih bingung? Berburu resep online saja atau coba 3 resep tanpa goreng di sini. Indonesia memiliki makanan nusantara yang beragam jenisnya. Siapa tahu bisa membantu kita melepaskan diri dari kebiasaan menggoreng lauk. Jika pola makan sehat, anak kita pun akan menirunya.
Photo created by KamranAydinov - www.freepik.com