“Ayo habiskan makannya, nanti kasihan nasinya nangis.” Sepertinya kalimat ini ampuh membuat kita melahap habis makanan yang di piring sewaktu kecil dulu. Tak peduli besar porsinya, pokoknya isi piring harus disapu bersih. Karena dulu berhasil, kini kita pun menerapkan hal yang sama pada anak. Menghabiskan makanan tentu hal yang baik, tapi memaksakan menghabiskan makanan adalah aturan yang konon justru membawa dampak buruk. Benarkah?
Menurut sebuah penelitian dari University of Liverpool, orang yang selalu menghabiskan makanannya cenderung memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi dari mereka yang menyisakan makan. Bukan tak mungkin, ini menjadi salah satu pemicu obesitas. Menurut Dr Eric Robinson, kecenderungan aturan untuk selalu menghabiskan makanan yang disajikan bisa mendorong konsumsi berlebih. Apalagi jika porsi takar tidak sesuai kebutuhan.
Sewaktu kita kecil dulu, takaran porsi makan biasanya mengikuti besar piring. Semakin besar piringnya, semakin besar pula porsinya. Aturannya? Ya harus habis tanpa sisa. Walhasil, hal serupa kita tanamkan ke anak. Padahal, ia sudah kenyang dan perut sesak. Akhirnya, anak malah jadi trauma makan atau justru sebaliknya, semakin tak bisa berhenti makan karena muncul sinyal baru alias “pantang kenyang sebelum habis”. Saat ini terjadi, lambung dan usus beserta enzim pencernaan bekerja lebih berat sehingga metabolisme berjalan lebih lambat. Hasilnya, bisa jadi masalah pencernaan hingga obesitas.
Obesitas? Apa hubungannya, ya?
Semakin anak memaksakan menghabiskan makanan dengan porsi yang tak tertakar, kapasitas lambung juga kian meregang. Seperti yang kita tahu, lambung memiliki kapasitas yang elastis ukuran besar dan kecilnya bisa beradaptasi. Ketika lambung diisi dengan makanan dengan porsi tak tertakar dan ia selalu menghabiskannya, maka lambung pun akan meregang dan mampu menerima kapasitas lebih banyak. Belum lagi, kerja lambung yang berat tanpa ada energi yang terbuang maka timbunan lemak akan menumpuk dan menyebabkan obesitas.
Baca: Obesitas pada Anak Balita, Apa Indikatornya?
Bagaimana dengan bayi yang masih MPASI?
Nah, untuk bayi yang masih belajar mengenal makan kita perlu tahu porsi idealnya dan kesanggupannya makan dalam satu waktu. Berikan dalam porsi sedikit dulu sambil mengenal gaya makannya. Ada anak yang mampu menghabiskan porsi idealnya dalam satu waktu, ada yang butuh waktu untuk menghabiskan. Bila perlu buat kebutuhan makannya dalam termin yang berbeda (alias membagi porsi) yang penting kebutuhan asupannya dalam sehari tetap mencukupi.
Perhatikan juga sinyal kenyang pada anak
Untuk anak usia MPASI, kita bisa melihat dari :
- Ia mulai mendorong makanannya
- Ketika disuapi, ia menutup mulutnya
- Memalingkan pandangan atau menggelengkan kepala dari makanan
- Mengeluarkan suara atau memberi tanda dengan gerakan tangan isyarat ia sudah kenyang.
Untuk anak yang lebih besar dan sudah bisa berbicara, ia akan mudah memberikan sinyal dengan berkata pada kita. Tapi, kita juga perlu tahu apa benar dia sudah kenyang atau hanya sekedar ingin beralih dari makan.
Baca: Menakar Porsi MPASI dengan Tangan Bayi? Begini Caranya
Tapi, kan kita nggak boleh buang makanan..
Benar, kita tidak boleh membuang makanan apalagi banyak di luar sana yang membutuhkan asupan makan. Yang bisa kita lakukan adalah makan sesuai porsi. Bagaimana mengukur porsi yang cukup? Tentunya sesuai dengan takaran isi piringku.
Kita juga boleh, lho memberikan kebebasan untuk anak mengambil porsi makannya sendiri sembari ingatkan, apa yang ia ambil harus dihabiskan. Jadi ambil dalam porsi sedikit, kalau masih lapar boleh tambah tapi tidak melebihi porsi kebutuhannya.
Photo created by freepik - www.freepik.com