“Wah udah luwes tuh gendong bayinya, udah siap deh punya anak,” komentar kakak sepupu waktu kita menengok bayinya. Cara gendongnya pas langsung disebut siap punya anak! Padahal masa iya punya anak sebatas pintar gendong, pintar nyuapin, atau mandiin? Sayangnya, budaya yang tumbuh di masyarakat seolah mengaitkan keluwesan kita menghadapi anak dengan kesiapan menjadi orang tua. Padahal, kesiapan mental (juga finansial) memiliki peranan yang lebih besar dalam perjalanan pengasuhan, dan ilmu tentang ini tidak diberikan secara formal.

Karena itu, siapapun yang berencana memiliki anak harus sadar bahwa ia akan menjalankan amanah yang tidak main-main, sehingga perlu memantaskan diri  untuk bisa menerima “tamu istimewa” dariNya. Sudah siapkah kita? Ini tandanya. 

Sadar akan tanggung jawab, tak sekadar “takut ketinggalan”

Pertama, tujuan kita memiliki anak bukan sekedar “takut ketinggalan” teman dan saudara sebaya yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Bukan juga agar rumah lebih ramai, ataupun agar saat tua nanti ada yang menemani. Memiliki anak adalah komitmen seumur hidup, untuk menciptakan generasi yang berkualitas baik secara fisik, mental, dan spiritual.  

Memiliki anak adalah tanggung jawab terbesar yang akan kita jalani. Ini berarti paham akan urutan prioritas dan bertanggung jawab atasnya. Anak akan bergantung dengan kita, kalau kita saja belum bisa bertanggung jawab atas diri sendiri, bagaimana saat ia hadir nanti?

Baca: Ibu Baru Rentan Alami Baby Blues, Cegah dengan Cara Ini

Siap secara mental…

Berarti siap dengan emosi yang akan naik turun ketika memiliki anak. Ia akan bisa jadi anak yang sangat menyenangkan di satu waktu lalu mendadak tantrum di menit berikutnya. Belum lagi masa remaja yang sudah pasti akan menguras emosi dan tenaga. 

Siap mental juga berarti siap untuk bersabar menghadapi panjangnya proses pengasuhan tadi, bukan hanya sabar saat anak marah-marah. Mendidik tidak bisa mendadak, kan? 

.. dan material

Punya anggota keluarga lebih, tentu pengeluaran akan bertambah. Kita perlu siap secara finansial sejak ia masih dalam kandungan, hingga ia lulus sekolah. Anak membawa rezeki jika orang tuanya aktif mencari.

Siap untuk segala kemungkinan (hingga yang terburuk) 

Sebagai orang tua, kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan. Kita akan melewati kebingungan, pilihan yang salah, hingga perjalanan yang tak mudah. Sebelum memulainya, kita harus memastikan bahwa kita siap untuk kondisi apapun dari yang terbaik sampai yang terburuk, apapun itu. 

Kabar baiknya, kita tak perlu menaruh beban tersebut di pundak sendiri dan pasangan. Di Indonesia khususnya, keluarga besar, lingkungan pertemanan dan tempat tinggal masih sangat terbuka untuk memberi bantuan jika kita menghadapi kesulitan, termasuk dalam hal pengasuhan anak. Jika tak memiliki support system semacam di atas, kini banyak komunitas online untuk sesama orang tua. Berkeluh kesah hingga menimba ilmu parenting pun bisa dilakukan di sini, cukup dengan sejangkauan jari.

Menjadi orang tua memang tidak mudah, akan banyak rintangan yang dilalui. Tapi percayalah, semua itu menjadi tak ada artinya ketika kita menemukan senyuman tulus dari anak-anak yang mencintai kita sepenuh hatinya. 

 

 

 

Photo created by pressfoto - www.freepik.com