Lebih dari setahun ini, kita sudah lelah “digempur” pandemi. Melihat negara yang sudah bebas masker rasanya tentu iri sekali, ya. Nah, salah satu cara untuk menanggulangi pandemi adalah dengan melakukan vaksinasi, untuk mencapai herd immunity. Target ini bisa tercapai bila cakupan vaksinasi telah memenuhi paling tidak 70% populasi. Belum tercapainya target, kemungkinan besar karena banyaknya yang masih percaya terhadap mitos dan hoaks yang berseliweran tentang vaksin. Yuk, kita bahas, satu per satu.

1. Vaksin Covid-19 tidak halal

Fakta: Benar bahwa vaksin Covid-19 yang menggunakan enzim babi yakni Astra Zeneca, namun karena kebutuhan yang mendesak maka Majelis Ulama Indonesia sudah memfatwakan bahwa penggunaan vaksin tersebut saat ini adalah mubah (boleh). Buat yang muslim tidak perlu khawatir lagi ya terhadap hukum vaksinasi Covid-19.

2. Vaksin Sinovac tidak efektif terhadap mutasi virus

Fakta: Memang, dibanding vaksin lain yang juga masuk ke Indonesia, efektivitas Sinovac paling rendah (berkisar 65,3%) dan belum ada data bahwa Sinovac efektif terhadap varian Delta. Akan tetapi, kita tidak tahu terinfeksi varian yang mana sampai dilakukan pemeriksaan genome sequencing. Jadi, lakukan segera vaksinasi agar kekebalan komunitas segera terbentuk. 

3. Vaksin justru membuat pasien menjadi terkonfirmasi positif

Fakta: Tidak benar, vaksin yang beredar di Indonesia berisi virus yang dimatikan (Sinovac dan Sinopharm), rekayasasa genetik virus (Moderna danPfizer), viral vector (Astra Zeneca), dan antigen protein (Novavax) yang tidak dapat bereplikasi (memperbanyak diri) maupun menyebabkan infeksi. Jadi, pasca vaksinasi tidak perlu takut diswab ya, karena tidak akan menyebabkan hasil positif. Kecuali, Anda telah terpapar sebelum vaksinasi dan keluhan baru muncul setelah menerima vaksin, sehingga saat dilakukan swab hasilnya positif.

4. Vaksin tidak aman dan menyebabkan kematian

Fakta: Produksi vaksin jauh lebih ketat dibanding pembuatan obat. Semua vaksin baru boleh digunakan secara massal setelah melewati uji klinis fase 3 yang melibatkan ribuan orang. Hasil uji klinis pun harus ditelaah oleh WHO dan BPOM atau FDA (BPOM-nya Amerika) sebelum diedarkan. Bila terbukti memberikan efek membahayakan (menyebabkan kejadian ikutan pasca imunisasi/KIPI), vaksin akan dievaluasi dan ditarik. Hal ini pernah terjadi pada vaksin Astra Zeneca batch tertentu yang telah ditarik karena diduga menyebabkan gangguan penyumbatan darah.

5. Vaksin mengandung mikrochip dan mengubah DNA pasien

Fakta: Tidak benar. Vaksin Covid-19 terdiri dari protein, lipid, gula, garam, asam, dan/atau penstabil pH. Jadi, vaksin tidak mengandung magnet atau logam serta tidak dapat memancarkan gelombang  radio.

6. Tidak boleh konsumsi obat termasuk antibiotik sebelum dan sesudah vaksin

Fakta: Sejauh ini belum ada pedoman larangan konsumsi obat pasca vaksinasi. Tetaplah konsumsi obat yang biasa diminum rutin (jika ada). Anggapan bahwa pasien yang mengonsumsi antibiotik tidak boleh divaksin semata-mata bukan karena antibiotik dapat menghalangi kerja vaksin namun mungkin karena pasien sedang demam atau mengalami infeksi aktif yang perlu penundaan vaksin. 

7. Kalau sudah jadi penyintas Covid-19, tidak perlu vaksin

Fakta: Setelah terinfeksi, tubuh akan mendapatkan kekebalan alami namun kadar antibodinya tidak akan bertahan lama dan akan turun perlahan-lahan. Oleh karena itu, penyintas Covid-19 tetap perlu divaksin agar terus memiliki antibodi yang berguna untuk mencegah infeksi masuk dan/atau terhindar dari komplikasi berat. Vaksinasi juga sangat penting karena ada kemungkinan reinfeksi atau terinfeksi varian virus lain, mengingat saat ini sudah banyak sekali varian yang masuk ke Indonesia bahkan sudah ada varian Indonesia (B.1466.2)

8. Vaksin Covid-19 adalah konspirasi bisnis karena proses produksinya sangat cepat 

Fakta: Begitu terjadi pandemi, China sebagai negara pertama yang mengalami wabah langsung mengirimkan data detail terkait virus ke Amerika Serikat dan negara lain yang memang sedang melakukan pembuatan vaksin baru sejak bertahun-tahun yang lalu. Ini membuat mereka langsung bergerak cepat mengembangkan vaksin SARS-CoV-2. Selain itu, banyak sekali sumber dana yang digelontorkan dan banyak relawan yang mau terlibat dalam penemuan vaksin. 

Nah, semoga informasi di atas membuat kita lebih cerdas saat menerima berita hoaks tentang vaksin, ya! Bila belum menerima vaksin, segera daftarkan diri di fasilitas kesehatan terdekat.

 

Referensi:

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 14 tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk Astra Zeneca

Laman resmi WHO, CDC, dan Hopkins Medicine